Senin, 09 November 2009

ANALISIS STRUKTUR “KASIDAH BURDAH”, INTERTEKTUALITAS, DAN FUNGSINYA BAGI MASYARAKAT PESANTREN

ANALISIS STRUKTUR
“KASIDAH BURDAH”, INTERTEKTUALITAS, DAN
FUNGSINYA BAGI MASYARAKAT PESANTREN

Syihabuddin

ملخص:البردة قصيدة يمدح بها البوصري النبي مدحا بليغا، فيذوقها الناس وجعلوا لها وظيفة تناسب بظروف حياتهم المتنوعة. يهدف البحث الى تحليل القصيدة من حيث بنائها ومعانيها وتعلقاتها بنص أخر ووظيفتها الإجتماعية. ونستنتج منه أن القصيدة تعتمد على المدح الجميل من خلال البحر البسيط والميم قافية، وهذا المدح يناسب بما قررته النصوص النبوية . ثم إن لهذه القصيدة وظيفة دينية وروحية وتربوية وتفكهية للعرب والإندونيسي الذي يقوم في بعض المعاهد الإسلامية.

الكلمات الرئيسة: بناء القصيدة، العلاقة بين النصوص، وظيفة الأداب الإجتماعية

Islam merupakan agama yang ajarannya mencakup berbagai aspek kehidupan manusia. Tatkala agama ini masuk ke Indonesia dan diterima oleh mayoritas penduduknya, diterima pula aspek-aspek tertentu yang berkaitan dengan Islam, misalnya sastra dan bahasa Arab berikut tulisannya. Kemudian aspek-aspek tersebut berakulturasi dan berintegrasi dengan masyarakat pribumi, sehingga melahirkan karya-karya sastra Nusantara yang bernafaskan Islam dan melahirkan huruf Arab melayu atau pegon.
Sastra Islam yang masuk ke dalam ranah sastra Nusantara itu ada yang mengalami transformasi dan ada pula yang diterima secara utuh. Riwayat Ibrahim bin Adham, misalnya, ditransformasikan menjadi karya prosa berjudul Hikayat Sultan Ibrahim. Konflik politis antara Syi'ah dengan Khawarij ditransformasikan menjadi cerita kepahlawanan berjudul Hikayat Muhammad Hanafiah, dan berbagai jejak kehidupan Nabi Muhammad saw. ditransformasikan menjadi aneka karya sastra, baik dalam bentuk prosa maupun puisi. Jika dipandang dari segi isinya, ada karya yang mengandung pokok ajaran Islam, yaitu akidah dan syari'ah, dan ada pula yang mengandung nilai, nasihat, dan kesufian.
Adapun karya satra yang diterima secara utuh oleh sastra Nusantara di antaranya ialah kasidah "Al-Barjanji", "Ad-Daiba'", dan "Burdah". Karya yang terakhir disebutkan berasal dari abad ke-7 Hijriyah yang hingga kini masih diapresiasi, baik di negeri asalnya maupun di Indonesia. Di samping diapresiasi, kasidah "Burdah" pun diterjemahkan, dijelaskan maksudnya, dan diberi fungsi tersendiri oleh penikmatnya di Indonesia. Jadi "Burdah" merupakan karya sastra Arab yang digunakan secara khas oleh sebagian masyarakat Indonesia.
Kasidah "Burdah" merupakan salah satu karya sastra Arab Islami yang berbentuk puisi. Kasidah ini diterima secara utuh oleh sebagian masyarakat Indonesia, khususnya di kalangan pesantren. Mereka membacanya, mempelajarinya, dan mengamalkannya, baik dengan melagukannya maupun dengan membacanya seperti biasa. Hal itu tergantung pada situasi pemakaiannya.
Deskripsi di atas menunjukkan bahwa sastra Islam telah merasuk ke dalam kehidupan para sastrawan Nusantara dan karya-karyanya. Karena itu, Teeuw (1984: 69) memandang bahwa konsep-konsep sastra Arab mengenai estetik dan puisi pun dianut oleh kebanyakan orang Indonesia. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika Robson (1978) berpandangan, bahwa pengkajian terhadap karya sastra seperti itu sangatlah penting karena ia merupakan perbendaharaan pemikiran dan warisan nenek moyang yang mungkin sangat berguna bagi kehidupan umat manusia pada zaman sekarang ini. Penelitian tentang kasidah "Burdah" ini merupakan penelitian sastra Arab Islami yang digunakan oleh masyarakat Indonesia.
Penelaahan sastra Islam tersebut di atas memperlihatkan pentingnya sastra Islam dan penelitian hal-hal yang terkait dengannya. Kepentingan tersebut didasari oleh beberapa anggapan sebagai berikut, baik anggapan yang berkaitan dengan isu keislaman maupun kesusastraan. Pertama, sastra Islam bersumber dari nilai-nilai kebenaran yang abadi, yaitu nilai keislaman. Apabila suatu karya sastra berlandaskan kepada nilai kebenaran yang abadi, maka ia pun akan "abadi" pula. Apabila ia berlandaskan pada nilai yang tidak langgeng, ia pun menjadi karya yang hidup hanya dalam semusim. Kedua, "keabadian" karya itu karena ia difungsikan oleh pengarangnya sendiri maupun masyarakat penerimanya. Maka karya yang abadi hanyalah yang yang berfungsi. Ketiga, karya sastra Islam telah memberikan sumbangan berharga bagi perkembangan dunia sastra Indonesia, terutama dalam aspek isinya. Sumbangan itu akan terus bertambah apabila sastra Islam tersebut dikaji dan dipelajari. Salah satu contoh karya tersebut ialah kasidah "Burdah".
Jadi, hal-hal yang melatarbelakangi penelitian tentang sastra Islam, khususnya kasidah "Burdah", terletak pada kekhasan kasidah "Burdah" sebagai sastra Arab yang digunakan oleh sebagian masyarakat Indonesia. Sastra Islam tersebut diperkirakan telah mempengaruhi konvensi sastra Indonesia, turut mengembangkannya, menghidupinya, dan mengilhami bagi terciptanya genre puisi pupujian, nadoman, sastra pesantren, dan sastra ketasaufan.
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini difokuskan pada penelaahan tentang struktur, baik struktur fisik maupun struktur isi, dan fungsi sosial "Burdah" bagi masyarakat pemakaianya yang umumnya berasal dari kalangan pesantren. Secara operasional, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan: (a) struktur fisik "Burdah" dipandang dari segi konvensi struktur puisi Arab, (b) relevansi masalah-masalah yang terkandung dalam struktur isi “Burdah” dengan sunnah Nabi saw., (c) fungsi "Burdah" bagi masyarakat Arab, dan (e) fungsi "Burdah" bagi masyarakat pesantren di Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung.

METODE
Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif-analitis. Dikatakan deskriptif karena penelitian ini berupaya menggambarkan fakta-fakta dan fenomena-fenomena empiris. Demikian pula, rancangan penelitian ini dikatakan analitis karena penelitian ini tidak hanya menggambarkan fakta dan fenomena tersebut sebagaimana adanya, melainkan menganalisisnya lebih lanjut sehingga diperoleh rumusan fungsi "Burdah".
Pendekatan analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan ‘arudh (prosodi), semiotik, dan pendekatan intertekstual. Pendekatan ‘arudh digunakan untuk mengungkapkan informasi yang berkaitan dengan jenis bahar (aturan jumlah kata pada setiap larik dan bait), jumlah bait, jumlah lirik, wazan (metrum), dan qafiah (persajakan). Sementara itu, pendekatan semiotik dan intertekstualital digunakan untuk mengungkapkan isi “Burdah”.
Sumber data dalam penelitian ini adalah teks kasidah “Burdah” yang terdiri atas 160 bait dan setiap baitnya terdiri atas dua larik. Kasidah tersebut ditulis oleh Imam Al-Bushiri pada abad ke-7 hijriah. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan informan sebagai sumber data kedua. Informan dalam penelitian ini ditetapkan secara purporsif. Informan yang dimaksud adalah para kyai atau ajengan yang masih mengamalkan “Burdah” di pondok pesantrennya. Mereka bertempat tinggal di wilayah kecamatan Cicalengka Kabupaten Bandung.
HASIL
Berdasarkan hasil analisis ditemukan, bahwa dari aspek struktur fisik, “Burdah” merupakan syair pujian kepada Nabi Muhammad yang digubah oleh Al-Bushiri. Syair ini terdiri atas 160 bait dan setiap baitnya terdiri atas dua larik yang merupakan kesatuan makna. Kasidah ini merupakan syair yang berstruktur ‘amudi. Artinya, penulisan “Burdah” ini berpedoman pada wazan, qafiah, dan bahar tertentu. Wazan yang digunakan adalah mustaf’ilun fa’ilun, mustaf’ilun fa’ilun, baik untuk larik shadr maupun ajaz.
Dari aspek isi, kasidah “Burdah” ini merupakan pengungkapan perasaan cinta penulisnya yang dalam kepada Nabi Muhammad ke dalam bentuk pujian. Pujian ini dimaksudkan agar penulis memperoleh syafa’at dari Nabi Muhammad dan ampunan Tuhan. Dari aspek relevansi isi dengan sunah Nabi Muhammad, kasidah “Burdah” ini secara substansial memiliki kesejajaran dengan hadits. Artinya, masalah-masalah dalam “Burdah” merupakan lintas bentuk dari sunah Nabi.
Dari aspek fungsi, kasidah “Burdah” ini dapat dianalisis dari sisi pengarangnya, masyarakat arab, dan dapat pula dianalisis dari sisi masyarakat pesantren. Dari sisi pengarangnya, kasidah "Burdah" ini merupkan ekspresi rasa cinta yang dalam kepada Nabi Muhammad dan rasa cinta ini dimaksudkan sebagai sarana (wasilah) untuk mendapatkan kesembuhan dari penyakit stroke yang dideritanya dan mendapatkan syafa'at nabi dan ampunan Tuhan. Sementara itu fungsi kasidah "Burdah" bagi masyarakat arab dan pesantren adalah bahwa, kasidah "Burdah" ini memberikan manfaat dan hiburan bagi mereka yang mengamalkannya. Fungsi manfaat ini mencakup agama, spiritual, dan pendidikan.

BAHASAN
Kasidah "Burdah" merupakan syair pujian kepada Nabi saw. yang digubah oleh Al-Bushiri. Karya tersebut terdiri atas 160 bait dan setiap baitnya terdiri atas dua larik yang merupakan kesatuan makna. "Burdah" berarti kain semacam mantel atau selimut yang terbuat dari wool, berwarna hitam, berbentuk segi empat, didisain bergaris-garis, dan lazim digunakan oleh orang Arab terutama pada zaman Rasulullah saw.
Kasidah karya Al-Bushiri disebut "Burdah" karena setelah dia selesai menulisnya dengan tujuan, di antaranya, untuk memperoleh kesembuhan dari strokenya kemudian menyenandungkannya, tiba-tiba dia lupa lalu tertidur. Dalam tidurnya dia bermimpi dijumpai oleh Rasulullah saw. Beliau mengusapkan tangannya yang mulia ke wajah Al-Bushiri sambil memberikan burdah kepadanya. Sejak itulah dia sembuh dari penyakitnya dan dapat melanjutkan senandung kasidahnya (Al-Bajuri, 1972: 2; Husein, 1990: 182; Nicholson, 1962: 327; Mubarak, 1935: 148, 164).
Kasidah merupakan syair yang berstruktur 'amudi. Maksudnya, penulisan "Burdah" itu berpedoman kepada wazan, qafiah, dan bahar tertentu. Wazan yang digunakan adalah mustaf'ilun fa'ilun, mustaf'ilun fa'ilu, baik untuk larik shadr maupun 'ajaz. Dan jenis bahar yang demikian disebut bahar basith.
"Burdah" menggunakan huruf mim sebagai qafiahnya secara ajeg. Oleh karena itu "Burdah" disebut juga kasidah Al-Mimiyah.
Al-Bushiri tidak mengawali "Burdahnya" dengan pujian kepada Allah Ta'ala atau dengan basmalah. Namun, dia mengikuti konvensi sastra Arab jahiliah dalam hal mengawali kasidah, yaitu mengawalinya dengan gazal (romansa). Dalam hal ini Al-Bushiri mengikuti Umru'ul Qais, seorang penyair periode jahiliah (Al-Bajuri, 1972: 2-3).
Demikianlah, kasidah "Burdah" terdiri atas 160 bait. Setiap bait dibangun oleh dua larik. Larik pertama disebut shadr dan larik kedua disebut 'ajaz. Kata terakhir dari larik shadr disebut 'arudh dan kata terakhir 'ajaz disebut dharab, sedangkan sisanya disebut hasywu.
Wazan yang digunakan Al-Bushiri terdiri atas 8 taf'ilat: 4 pada shadr dan 4 lagi pada 'ajaz. Taf'ilat tersebut tersusun dari maqtha' sabab khafif, watad majmu', dan fashilah shugra. Dalam taf'ilat yang digunakan Al-Bushiri terjadi perubahan yang dikenal dengan gejala al-khabnu dan ath-thayy. Wazan yang memiliki karakteristik seperti itu disebut bahar basith.
Huruf yang dijadikan qafiah oleh Al-Bushiri dalam seluruh kasidahnya ialah huruf mim. Huruf-huruf qafiah lainnya ialah washl dan radf, sedangkan jenis harakatnya ialah majra dan hadzwu. Dan jenis qafiah-nya ialah mutaraqib dan mutawatir.
Analisis terhadap isi kasidah "Burdah" memperlihatkan bahwa ke-160 bait "Burdah" tersebut dibangun oleh sebuah struktur. Struktur itu berpusat pada pujian kepada Nabi saw. (29-58) yang didorong oleh kedalaman cinta beliau (1-11) dan oleh penyesalan, harapan, dan doa (140-160). Pujian tersebut dibangun oleh cerita-cerita tentang berbagai mukjizat Nabi saw. (71-90), kemukjizatan Al-Qur'an (91-106), kemuliaan maulid (59-71), isra' dan mikraj (107-117), dan keberanian Nabi saw dan sahabatnya dalam berjihad (118-139). Struktur isi tersebut disampaikan oleh Al-Bushiri dengan perasaan takzim, haru, sedih, dan menyesal serta diungkapkan dalam nada bercerita, berdoa, dan menasehati.
Tema-tema kasidah "Burdah" disampaikan untuk mengungkapkan perasaan cinta Al-Bushiri yang dalam kepada Nabi saw. dalam bentuk untaian pujian. Pujian itu dimaksudkan agar Al-Bushiri memperoleh syafaat Nabi dan ampunan Allah. Di samping itu, pujian tersebut dimaksudkan agar para pembaca mengetahui berbagai jenis mukjizat Nabi saw. Kemudian pengetahuan itu diharapkan akan semakin menambah kecintaan kepadanya, memujinya, dan meneladaninya. Dengan demikian, kasidah "Burdah" bukan merupakan puisi ketasaufan, namun sebagai kasidah pujian (madah).
Pada umumnya unsur-unsur struktur isi kasidah "Burdah" itu relevan dengan sunnah Nabi saw. Maksudnya, ke-10 pokok permasalahan yang terdapat dalam "Burdah" dapat disejajarkan dengan hadits-hadits Nabi. Itu berarti bahwa masalah-masalah dalam "Burdah" merupakan lintas bentuk dari sunnah Nabi. Namun ada beberapa bait "Burdah" yang harus difahami menurut persepsi kebudayaaan Arab dan konvensi sastranya. Jika tidak, maka relevansi pun tak kan ditemukan bahkan bait-bait tersebut, (bait 119 dan 122) dapat dianggap menyimpang dari sunnah Nabi.
Sesuatu yang dianggap berlebihan oleh para ahli ialah pujian Al-Bushiri yang terdapat pada bait (38-40). Namun saya melihat bahwa pujian tersebut sangat wajar dilakukan oleh orang yang sangat mencintai Nabi. Adapun larangan beliau agar umatnya tidak memujinya secara berlebihan dapat difahami sebagai wujud ketawadhuan beliau dan sebagai ekspresi kekhawatiran kalau-kalau umatnya akan mengkultuskan dirinya sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Yahudi dan Nasrani terhadap nabi-nabinya.
Kasidah "Burdah" memiliki kedudukan sebagai sastra Arab Islami yang digunakan oleh sebagian masyarakat Arab dan masyarakat Indonesia (ajengan). Maka analiasis fungsinya pun difokuskan pada analisis "Burdah" bagi pengarangnya, fungsi manfaat dan fungsi hiburan. Kemudian bagaimana pengaruh fungsi tersebut terhadap prilaku kedua masyarakat itu.
Fungsi bagi pengarangnya, analisis struktur dan isi kasidah "Burdah" menunjukkan bahwa karya itu ditujukan oleh pengarangnya untuk mengekspresikan rasa cintanya yang dalam kepada Nabi saw. Selanjutnya ungkapan rasa cinta itu pun dimaksudkan oleh Al-Bushiri sebagai sarana (wasilah) untuk mendapatkan kesembuhan dari penyakit stroke yang dialaminya, syafaat Nabi dan ampunan Allah.
Fungsi bagi masyarakat Arab yang mengamalkan "Burdah", karya ini memiliki fungsi manfaat dan hiburan. Fungsi manfaat itu mencakup aspek agama, spiritual, dan pendidikan. Sehubungan dengan aspek agama "Burdah" telah diintegrasikan oleh pemakainya ke dalam rangkaian pengamalan keagamaan. "Burdah dibaca sebagai amalan khusus pada malam Jum'at, sebagai salah satu unsur dalam kegiatan mengurus mayat, ibadat haji, shalat, dan ziarah ke pekuburan.
Sekaitan dengan aspek spiritual, "Burdah" difungsikan untuk menyembuhkan penyakit ruhani, jasmani, dan penolak bala. Pengamalannya diintegrasikan ke dalam pelaksanaan shalat fardhu atau dikaitkan kepada bilangan dan waktu tertentu, misalnya hari dan malam Jum'at.
Sehubungan dengan aspek pendidikan, pembacaan "Burdah" difungsikan sebagai kegiatan ekstra kurikuler bagi para pelajar dan sebagai salah satu buku ajar dalam bidang akhlak dan sejarah. Di samping untuk memperoleh ketiga manfaat tersebut, pembacaan "Burdah" pun difungsikan oleh para pembacanya untuk mendapatkan kenikmatan dan hiburan melalui irama, pilihan kata dan keindahan bahasanya.
Dalam kaitannya dengan fungsi bagi pesantren, ada dua bentuk "Burdah" yang diamalkan oleh masyarakat pesantren di Cicalengka: matan (nas asli) dan syarahnya (komentarnya). Kedua bentuk "Burdah" itu memiliki fungsi yang sama dengan fungsi yang ada pada masyarakat Arab, yaitu fungsi manfaat dan hiburan. Fungsi manfaat mencakup fungsi agama, spiritual, dan pendidikan.
Fungsi keagamaan "Burdah" diketahui melalui pengamalan matan "Burdah" secara keseluruhan sebagai amal ibadah. Pengamalan mereka didasarkan atas alasan bahwa "Burdah" itu selaras dengan Alquran dan sunnah serta didorong oleh kecintaan kepada Nabi dan rasa hormat kepada ulama (Al-Bushiri). Mereka memandang Al-Bushiri sebagai wali Allah yang layak untuk diminta barakahnya. Selanjutnya bait-bait "Burdah" tertentu diamalkan secara integral dengan ibadat shalat fardhu. Bait ke-79, misalnya, dibaca sebanyak tiga kali setelah shalat maghrib dengan tujuan untuk memperoleh kekuatan dalam beragama.
Fungsi spiritual tampak dalam pengamalan khasiat dan faidah yang dikandung oleh hampir seluruh bait "Burdah". Bait-bait "Burdah" memiliki tiga fungsi spiritual: mengobati penyakit ruhaniah, jasmaniah, dan sebagai penolak bala. Untuk memperoleh khasiat tersebut, maka "Burdah" diamalkan dalam upacara-upacara yang berkaitan dengan perkembangan individu, upacara-upacara keagamaan, pertanian, perdagangan, kegiatan amar ma'ruf nahyi munkar, pengobatan, permintaan keputusan dari Allah bagi yang sakit keras, dan hal-hal magis.
Fungsi pendidikan dapat diberikan kepada "Burdah" karena ia diajarkan kepada para santri dan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ia dipandang, sebagai salah satu sumber ajaran Islam dalam hal mencintai Nabi dan memujinya, serta mengetahui berbagai mukjizatnya.
Fungsi hiburan dapat diketahui dari pembacaan "Burdah" oleh ajengan untuk menghibur diri, menggairahkan santri atau jama'ah dan menyenangkan pihak pengundang. Karena itu ajengan membaguskan suaranya, mengimprovisasikannya, dan memvariasikannya.
Analisis fungsi sosial kasidah "Burdah" menunjukkan bahwa ia masih digunakan oleh masyarakat Arab dan Indonesia dalam kehidupan keagamaan, spiritual, dan pendidikan. Mereka menggunakan "Burdah" sebagai sarana untuk ibadah guna meraih pahala, sarana pendidikan bagi diri dan pihak lain, dan digunakan dalam hal-hal yang berkaitan dengan dengan sesuatu yang bersifat spiritual.
Di lain pihak, kehidupan sastra Indonesia mengalami krisis. Krisis tersebut disebabkan oleh faktor pengarang, karya sastra, kritik sastra, penerbit dan pengajaran sastra. Kelima faktor itu menimbulkan gejala berupa tidak memasyarakatnya karya sastra yang pada gilirannya menimbulkan rendahnya tingkat apresiasi.
Masalah tersebut perlu diatasi dengan berbagai cara, di antaranya dengan memfokuskan segala kegiatan kesusastraan pada aspek fungsi manfaat sastra. Pandangan ini berangkat dari dari asumsi bahwa karya yang berfungsilah yang dapat menyebar di masyarakat dan diapresiasi oleh mereka. Rencana dan pola perlakuan terhadap sastra yang demikian dikenal dengan pendekatan pragmatis.

SIMPULAN
"Burdah" merupakan puisi karya Al-Bushiri yang terdiri atas 160 bait dan setiap bait dibangun oleh dua larik. Wazan yang digunakannya terdiri atas 8 taf'ilat: 4 pada shadr dan 4 lagi pada 'ajaz. Taf'ilat tersebut tersusun dari maqtha' sabab khafif, watad majmu', dan fashilah shugra. Wazan yang memiliki karakteristik seperti itu disebut bahar basith. Huruf yang dijadikan qafiah dalam seluruh kasidahnya ialah huruf mim, sedangkan jenis harakat-nya ialah majra dan hadzwu, dan jenis qafiah-nya ialah mutaraqib dan mutawatir.
Kasidah tersebut bertemakan pujian kepada Nabi Saw. Tema sentral ini dibangun dengan subtema tentang ungkapan cinta penyair kepada Nabi saw., mukjizat Nabi saw., Al-Qur'an, maulid, isra' dan mikraj, dan dan keberanian Nabi saw dan sahabatnya. Semuanya diungkapkan dengan rasa takzim dan hormat.
Tema dan keseluruhan subtema tersebut relevan dan sejalan dengan nas-nas Hadits Rasulullah saw.
Bagi masyarakat penikmatnya di Timur Tengah, khususnya Mesir, fungsi “Burdah” mencakup aspek agama, spiritual, hiburan, dan pendidikan yang tercermin dalam kehidupan mereka.
Fungsi di atas juga berlaku di kalangan masyarakat pesantren di Cicalengka, Kabupaten Bandung dalam kehidupan keagamaan, spiritual, dan pendidikan. Mereka menggunakan "Burdah" sebagai sarana untuk ibadah, sarana pendidikan bagi diri dan pihak lain, dan digunakan dalam hal-hal yang berkaitan dengan dengan sesuatu yang bersifat spiritual.

DAFTAR RUJUKAN

Al-Bajuri, I. (1972). Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Matnil Burdah. Bandung: Al-Ma’arif.

Hussein, M.S. (1990). Asy-Syi’ru Ash-Shufi fi Mathla’il Qarnis Tsalitsi. Riyadh: Mathabi’ Farazdaq Tijariyah.

Mubarak, Z. (1935). Al-Mada`ih An-Nabawiyah. Mesir: Dar an-Nahdlah.

Nicholson, R.A. (1962). A Literary History of The Arab. London: The Cambridge.

Robson, S.O. (1978). Pengkajian Sastra-sastra Tradisional Indonesia. Bahasa dan Sastra. VI (4), 3-48.

Teeuw, A.(1984). Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

Wellek, R. dan Warren, A. (1990). Teori Kesusastraan. Terjemahan oleh Melani Budianta. Jakarta: PT Gramedia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar