Kamis, 27 Mei 2010

SEBUAH KAJIAN MORFOFONEMIS TERHADAP ASIMILASI DALAM AL-QUR'AN

POLA ASIMILASI DALAM BAHASA ARAB:
SEBUAH KAJIAN MORFOFONEMIS TERHADAP ASIMILASI DALAM AL-QUR'AN

A. Judul Penelitian
POLA ASIMILASI DALAM BAHASA ARAB: SEBUAH KAJIAN MORFOFONEMIS TERHADAP ASIMILASI DALAM AL-QUR'AN.
Oleh
Drs. Kholisin, M.Hum
B. Bidang Ilmu:
SASTRA/FILSAFAT

C. Pendahuluan
Dalam proses percakapan atau pengujaran yang wajar, sering terjadi saling pengaruh antara satu bunyi dan bunyi lain yang berdampingan. Dalam hal ini, setiap bunyi bahasa mempunyai ciri-ciri tersendiri yang mengakibatkannya mudah terpengaruh oleh (atau mempengaruhi) bunyi lainnya. Ada bunyi yang mudah berpengaruh pada bunyi lain dan sebaliknya ada pula yang mudah dipengaruhi oleh bunyi lain. Proses saling mempengaruhi antarbunyi itu dalam kajian fonologis disebut asimilasi.
Asimilasi sebagai salah satu proses fonologis merupakan gejala umum yang terjadi pada bahasa-bahasa. Hanya saja, karena bahasa itu bersifat sui generis (setiap bahasa mempunyai sistem dan struktur yang mandiri), proses asimilasi yang terjadi pada suatu bahasa bisa berbeda dengan yang terjadi pada bahasa lainnya. Sebuah situasi yang menyebabkan terjadinya asimilasi pada suatu bahasa belum tentu menyebabkan asimilasi pada bahasa yang lain; sebuah situasi yang mengakibatkan terjadinya asimilasi sempurna (complete assimilation) pada suatu bahasa, mungkin hanya mengakibatkan asimilasi parsial pada bahasa lainnya, dan demikian seterusnya. Sebagai contoh, Lodge (1992) menemukan bahwa dalam bahasa Melayu bunyi bilabial nasal /m/ berubah menjadi bunyi velar ketika diikuti oleh bunyi velar, dan akan menjadi bunyi alveolar ketika diikuti oleh bunyi alveolar. Sebaliknya, bunyi alveolar nasal /n/ akan berubah menjadi /m/ jika diikuti bunyi bilabial.
/malam tadi/  [malan tadi]
/malam kamis/  [mala kamis]
/makan buah/  [makam buah]
Sementara, bunyi velar nasal // akan berubah menjadi bilabial jika diikuti bunyi bilabial dan berubah menjadi bunyi alveolar jika diikuti bunyi alveolar.
/hidung mancung/  [hidom mantƒo]
/pasang topeng/  [pasan tope]
Pada kedua peristiwa di atas tampak bahwa /m/ dan /n/ yang keduanya mempunyai ciri [+nasal] dan [sonoran] mudah terpengaruh oleh bunyi lain yang mempunyai kesamaan ciri. Akan tetapi, aturan asimilasi tersebut tidak berlaku dalam bahasa Indonesia, sekalipun bahasa Indonesia termasuk rumpun bahasa melayu.
Dalam bahasa Arab asimilasi merupakan salah satu proses morfofonemis. Proses morfofonemis selain asimilasi antara lain adalah (1) إبدال /ibdal:l/ ‘substitusi’, yakni penggantian suatu bunyi dengan bunyi lain akibat adanya proses morfologis, seperti penggantian bunyi ya’ /y/ dan waw /w/ dengan hamzah /?/ ketika keduanya berada di akhir kata dan didahului oleh vokal panjang. Contoh: دعاو /du’a:w/  دعاء /du’a:?/. (2) قلب /qalab/ ‘metatesis’, yaitu penukaran tempat suatu bunyi dengan tempat bunyi lainnya karena alasan morfofonemis, seperti: يَشُـدُّّّ /yasyuddu/ ‘menarik’ berasal dari يَشدُدُ /yasydudu/. (3) تسهيـل tashi:l (dehamzanisasi), yaitu proses mempermudah atau memperingan pengucapan sebuah bunyi dari yang seharusnya, biasanya berupa penggantian bunyi hamzah /ء/ [?] dengan vokal panjang atau pelesapan bunyi hamzah, seperti الإستقامة /al?istiqa:mah/  [alistiqa:mah] (4) waqaf, yaitu pembuangan bunyi silabis di akhir kata karena jedah atau hentian, seperti بكى الولد/baka: al-waladu/ ‘anak itu menangis’  [bakal walad] dan (5) ادغـامidgha:m: proses memasukkan satu bunyi konsonan pada konsonan lain yang sejenis sehingga keduanya menjadi satu konsonan yang bergeminasi (musyaddadah), seperti مَدَّ/madda/ ‘memanjangkan’ berasal dari madada. (Lihat Al-Ghalayaini, 1994; Anis, 1979).
Sebagai peristiwa morfofonemis, asimilasi dalam bahasa Arab dapat terjadi pada tataran kata, frase, dan kalimat, sedangkan secara fonologis, asimilasi dapat terjadi karena berbagai faktor: kesamaan dalam daerah artikulasi, cara berartikulasi, sifat bunyi, dan ciri fonetis lainnya. Asimilasi dalam bahasa Arab juga bisa terjadi antara vokal dan vokal, antara konsonan dan konsonan, dan antara keduanya.
Al-Qur'an sebagai rujukan utama bagi bahasa Arab fusha 'baku', kaya dengan peristiwa-peristiwa morfofonemis yang sampai saat ini belum semuanya dikaji oleh para linguis, utamanya dengan pendekatan linguistik modern. Di sisi lain, asimilasi dalam bahasa Al-Qur'an tidak selalu sama dengan asimilasi yang terjadi dalam bahasa lisan sehari hari, karena antara keduanya ada beberapa perbedaan. Bahasa Al-Qur'an selain berfungsi komunikatif juga mempunyai fungsi religius, sehingga untuk membaca Al-Qur'an ada beberapa syarat yang harus dipenuhi di samping syarat-syarat kebahasaan pada umumnya. Misalnya, membaca al-Qur'an harus tartil 'membaca dengan tenang dan tidak melebihi standar kecepatan tertentu'.
Sampai saat ini, sejauh yang diketahui oleh peneliti, kajian tentang asimilasi dalam bahasa Arab telah dilakukan antara lain oleh Anis (1978 dan 1979), Syahin (1980), Umar (1985), dan Badri (1987). Namun, dari hasil kajian mereka itu masih ada beberapa aspek yang belum dibahas secara tuntas. Kebanyakan mereka hanya mendeskripsikan bentuk-bentuk asimilasi dan memberikan contoh-contoh. Sementara pendekatan secara eksplanatoris terhadap faktor-faktor morfofonemis yang mempengaruhi asimilasi dan pembandingan antarfaktor yang berpengaruh dalam proses asimilasi belum banyak dilakukan.
Berpijak pada uraian di atas, melalui penelitian ini peneliti akan mengkaji secara morfofonemis proses asimilasi yang terjadi dalam bahasa Arab, khususnya Al-Qur'an.

D. Perumusan Masalah
Sesuai dengan uraian di atas, permasalahan yang akan dikaji melalui penelitian ini adalah asimilasi dalam bahasa Arab (khususnya dalam Al-qur'an) dari sudut pandang morfofonemis. Karena asimilasi dalam bahasa Arab bukanlah gejala fonologis semata, melainkan morfofonemis, perlu dikaji bagaimana pola asimilasi itu secara morfofonemis, sehingga dapat diketahui bagaimana interaksi antara peristiwa morfologis dan fonologis dalam proses asimilasi. Jabaran secara rinci permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi terjadinya proses asimilasi dalam bahasa Arab?
2. di antara faktor-faktor itu, manakah yang paling kuat pengaruhnya dalam proses asimilasi?
3. bagaimanakah pola asimilasi dalam bahasa Arab jika dilihat dari segi alur dan urutan koartikulasinya.

E. Tinjauan Pustaka
Kajian asimilasi (assimilation) fonologis telah dilakukan oleh para ahli dalam berbagai bahasa. Menurut Laver (1994:382-3) asimilasi adalah:
“an optional process concisting of one segment exercising a modifying influence on the articulatory or phonatory characteristics of another segment across a word boundary, or across the boundary between the components of a compound word”.

Definisi Laver di atas menunjukkan bahwa saling pengaruh antarbunyi mengakibatkan ciri-ciri bunyi yang dipengaruhi menjadi berubah agar sesuai dengan bunyi yang mempengaruhi, dan pengaruh itu dapat terjadi antarsegmen dalam suatu kata atau antarkomponen dalam kata majemuk. Kata ينبأ /yanba?/ ‘mengabarkan’ diucapkan [yamba?] adalah contoh asimiasi yang terjadi antarsegmen dalam satu kata, di mana /n/ pada yan- mendapat pengaruh dari bunyi bilabial /b/ pada –ba? sehingga berubah menjadi /m/, sedangkan asimilasi yang terjadi antara komponen akhir suatu kata dan komponen awal kata berikutnya dapat dilihat, misalnya, pada frasa رجُلٌ كَريم /rajulun karu:mun/ ‘lelaki mulia’ yang diucapkan [rajulu kari:mun], dimana fonem /n/ di akhir kata rajulun terpengaruh oleh /k/ di awal kata kari:mun sehingga berubah menjadi // [velar nasal].
Sementara itu, Jensen (1995:160) mengatakan: “Assimilation means that sounds become more alike”. Kata “assimilation” sendiri berasal dari gabungan dua kata yang di dalamnya terdapat peristiwa asimilasi. Kata tersebut berasal dari bahasa Latin ad- ‘to’ dan similis ‘similar’. Setelah digabung, dua kata tersebut menjadi adsimilis dan kemudia terjadi proses asimilasi, dimana bunyi alveloar plosif /d/ pada ad- berubah menjadi alveolar frikatif /s/ karena terpengaruh oleh bunyi /s/ sesudahnya pada kata similis sehingga menjadi assimilis.
Dari berbagai definisi yang telah dikemukakan oleh para linguis, dapat disimpulkan bahwa asimilasi adalah proses suatu bunyi mempengaruhi bunyi lain yang berdampingan sehingga bunyi yang dipengaruhi menjadi sama atau hampir sama dengan bunyi yang mempengaruhi. Proses asimilasi itu terjadi akibat adanya kesamaan atau kemiripan dalam beberapa ciri antara bunyi yang mempengaruhi dan bunyi lain yang dipengaruhi. Kesamaan itu mungkin terletak pada cara artikulasi, daerah artikulasi, sifat bunyi, atau ciri-ciri fonetis lainnya (cf. Abercrombie 1974:133-139, Anis 1979:178, Umar 1985)
Asimilasi sebagai salah satu proses morfofonemis merupakan gejala umum yang terjadi pada bahasa-bahasa. Hanya saja, karena bahasa itu bersifat unik, di samping sifatnya yang universal, proses asimilasi yang terjadi pada suatu bahasa bisa berbeda dengan yang terjadi pada bahasa lainnya. Sebuah situasi yang menyebabkan terjadinya asimilasi pada suatu bahasa belum tentu menyebabkan asimilasi pada bahasa lain. Sebuah situasi yang mengakibatkan terjadinya asimilasi sempurna (complete assimilation) pada suatu bahasa, mungkin hanya mengakibatkan asimilasi parsial pada bahasa lainnya. Misalnya, dalam bahasa Indonesia bunyi nasal yang ada pada awalan meN- akan berupa [] jika bertemu dengan kata berawalan /h/, seperti:
meN- + hormat  menghormat [mehormat]
meN + harap  mengharap [meharap]
Sementara, dalam bahasa Arab /n/ tidak terpengaruh oleh /h/, seperti:
انهجم [inhajam] ‘roboh’ bukan *[iŋhajam]
منهُم [minhum] ‘dari mereka’ bukan *[miŋhum]
Dalam bahasa Arab, asimilasi merupakan salah satu peristiwa bahasa yang dapat ditinjau secara morfologis dan fonologis. Secara morfologis asimilasi dapat terjadi antara dua bunyi dalam satu kata atau antara bunyi akhir suatu kata dan bunyi awal kata berikutnya. Secara fonologis asimilasi dapat terjadi antara vokal dan vokal, antara konsonan dan konsonan, dan antara keduanya. Oleh sebab itu, asimilasi dalam bahasa Arab lebih tepat menjadi bahasan morfofonemik.
Menurut Abercrombie (1974: 133-139) asimilasi dapat terjadi berdasarkan tiga faktor: getaran pita suara, pergerakan velum, dan perpindahan daerah artikulasi. Asimilasi yang berdasarkan getaran pita suara dapat mengakibatkan bunyi tak bersuara menjadi bersuara atau sebaliknya, seperti:
(1) blackboard  [blوgbord],
(2) what is the time [wt iz ًe thaim]  [wt s ًe thaim]
(3) the shop is open [ًe p iz opn]  [the p s opn]
Pada contoh (1) konsonan takbersuara /k/ pada kata black menjadi bersuara /g/ karena pengaruh bunyi bersuara /g/ sesudahnya. Pada contoh (2) ketika diucapkan [wt iz ًe thaim], /s/ pada kata is berubah menjadi /z/ karena pengaruh bunyi bersuara /ً/ sesudahnya (asimilasi regresif), sedangkan ketika diucapkan [wt s ًe thaim], is hanya diucapkan [s] saja tanpa bunyi [i] dan dengan demikian /s/ tersebut lebih dekat pengucapannya dengan /t/ pada kata what sebelumnya daripada dengan /ً/ pada the, dan oleh karena itu /s/ yang takbersuara tidak lagi terpengaruh oleh /ً/ yang bersuara melainkan oleh /t/ yang sama-sama takbersuara. Demikian juga yang terjadi pada contoh (3).
Sementara itu, asimilasi yang melibatkan pergerakan velum akan mengakibatkan bunyi non-nasal menjadi berciri nasal, seperti:
(3) embargo  [embargo]
(4) independent  [independent]
Pada contoh (4) konsonan /b/ yang asalnya berciri [-nasal] menjadi [+nasal] karena terpengaruh oleh bunyi nasal /m/ sebelumnya. Demikian juga pada contoh (5) konsonan /d/ yang berciri [-nasal] menjadi [+nasal] karena terpengaruh oleh bunyi nasal /n/ sebelumnya.
Asimilasi yang berdasarkan artikulator atau daerah artikulasi akan mengakibatkan suatu bunyi berubah menjadi bunyi lain yang berdekatan daerah artikulasinya, seperti:
(6) ten minutes → [tem minits],
(7) that men → [ًوp men]
Pada contoh (6) konsonan alveolar /n/ pada kata /ten/ berubah menjadi bilabial /m/ karena pengaruh konsonan bilabial sebelumnya yaitu /m/ pada kata /minutes/. Pengaruh tersebut terjadi karena /n/ dan /m/ sama-sama konsonan nasal likuid bersuara, keduanya hanya berbeda dalam daerah artikulasi, yang satu alveolar dan yang lain bilabial, sehingga ketika keduanya muncul secara berdampingan, terjadilah proses saling mempengaruhi, dan dalam hal ini pengaruhnya bersifat regresif, di mana /n/ yang muncul dahulu terpengaruh oleh /m/ yang muncul kemudian. Pada contoh (7) konsonan alveolar /t/ berpindah daerah artikulasinya menjadi konsonan bilabial /p/ karena terpengaruh oleh konsonan bilabial sebelumnya yaitu /m/, hanya saja konsonan yang dipengaruhi tersebut masih tetap mempertahankan ciri-ciri distingtif lainnya, seperti takbersuara dan non-nasal. Jadi di sini pengaruh /m/ terhadap /t/ hanya terbatas pada daerah artikulasi.
Fromkin & Rodman (1985:95-96) mengatakan bahwa asimilasi bunyi bahasa sebagian besar dipengaruhi oleh proses artikulatoris dan psikologis. Secara psikologis orang cenderung memilih cara yang paling mudah dan ringan dalam berbicara. Keinginannya itu diwujudkan antara lain dalam bentuk aturan asimilasi. Aturan asimilasi dalam bahasa-bahasa merefleksikan koartikulasi (co-articulation), yakni penyebaran ciri-ciri fonetis pada bunyi-bunyi yang berdampingan. Sebagai contoh, bunyi /o/ pada kata bob berbeda dengan bunyi /o/ pada kata bomb. Pada kata yang pertama /o/ mempunyai ciri [-nasal] karena berdampingan dengan konsonan nonnasal, sedangkan pada kata yang kedua /o/ berciri [+nasal] karena diikuti oleh bunyi nasal yaitu /m/.
Schane (1992:51-53), mengemukakan bahwa proses asimilasi dapat terjadi dalam empat kemungkinan, yaitu (1) konsonan berasimilasi dengan ciri-ciri vokal, (2) vokal berasimilasi dengan ciri-ciri konsonan, (3) konsonan berasimilasi dengan ciri-ciri konsonan, dan (4) vokal berasimilasi dengan ciri-ciri vokal.
Contoh dari bentuk asimilasi pertama terdapat pada bahasa Nupe, Afrika Barat, dimana konsonan dipalatalisasi sebelum vokal depan dan dilabialisasi sebelum vokal bundar. Bandingkan:
egyi ‘anak’ vs egwu ‘lumpur’
egye ‘bir’ vs egwo ‘rumput’.
Bentuk asimilasi kedua, vokal berasimilasi dengan ciri-ciri konsonan, lazim terdapat pada bahasa-bahasa, seperti vokal /a/ yang berciri [-nasal] akan menjadi [+nasal} jika diikuti oleh konsonan nasal. Bedakan:
/a/ pada kata bapak [bapak] dan pada kata bangku [bمku]
/o/ pada kata balok [balok] dan pada kata bengong [beُ].
Asimilasi bentuk kedua ini juga banyak terjadi dalam bahasa Arab. Bandingkan fonem /a/ pada kata-kata yang berpasangan minimal berikut.
كالka:la [ka:la] ‘menakar’ vs قالqa:la [q:la] ‘berkata’
دلَّdalla [dalla] ‘menunjukkan’ vs ضَلّdalla [dlla] ‘tersesat’
Bentuk ketiga, konsonan berasimilasi dengan ciri-ciri konsonan, dapat dilihat, misalnya, dalam bahasa Inggris, di mana bunyi /s/ sebagai morfem infleksional pada nomina jamak atau verba yang bersubjek orang ketiga tunggal cenderung bersesuaian dalam pengucapannya dengan konsonan yang mendahuluinya. Bandingkan:
cups [kAps] vs cubs [kAbz]
books [buks] vs dogs [dogz]
Asimilasi konsonan dengan ciri-ciri konsonan juga banyak terjadi dalam bahasa Jawa, , seperti proses nasalisasi dalam pembentukan verba. Dalam hal ini, konsonan nasal yang menunjukkan verba selalu homorgan dengan konsonan awal kata dasar yang dijadikan verba tersebut. Misalnya:
pentung  mentung ‘mementug’
toleh  noleh ‘menoleh’
colong  nyolong ‘mencuri’
gepuk  nggepuk ‘memukul’
Dari contoh di atas terlihat bahwa secara berurutan konsonan /m/ homorgan dengan /p/, /n/ homorgan dengan /t/, /ny/ homorgan dengan /c/, dan /ng/ homorgan dengan /g/.
Contoh dari bentuk keempat, vokal berasimilasi dengan ciri-ciri vokal terdapat pada bahasa Turki dan bahasa Jerman. Dalam bahasa Turki vokal-vokal tinggi sebuah sufiks dan vokal pangkal kata bersesuaian dalam posisi belakang dan pembundaran.
diڑ ‘gigi’ diڑim ‘gigiku’
ev ‘rumah’ evim ‘rumahku’
gonül ‘hati’ gonülüm ‘hatiku’
goz ‘mata’ gozüm ‘mataku’
Dalam bahasa Jerman, vokal belakang didepankan sebelum sufiks tertentu yang bervokal tinggi depan. Gejala ini juga disebut umlaut.
ya:r ‘tahun’ yو:rliç ‘tiap tahun’
ڑtunde ‘jam’ ڑtundliç ‘tiap jam’
gu:t ‘bagus’ gü:tiç ‘baik hati’

Asimilasi Fonetis dan Asimilasi Fonemis
Sebagai gejala fonologis, asimilasi bisa bersifat fonetis dan bisa fonemis. Verhaar (1996: 78-83) mengatakan bahwa asimilasi fonetis tidak mengubah status fonem bunyi yang dipengaruhi, sedangkan asimilasi fonemis mengubah fonem tertentu menjadi fonem lain. Misalnya, dalam bahasa Belanda kata zakdoek ‘sapu tangan’ kata majemuk yang terdiri atas zak ‘kantong’ dan doek ‘kain’, [k] yang takbersuara itu berubah menjadi [g] bersuara karena pengaruh bunyi [d] pada kata doek. Kebetulan, dalam bahasa belanda [g] hanya merupakan alofon dari fonem /k/ saja—dalam bahasa Belanda tidak ada fonem */g/. Karena itu, asimilasi dalam kata zakdoek [zakduk] merupakan asimilasi fonetis, sebab tidak ada perubahan fonem. Berbeda dengan contoh zakdoek tersebut adalah contoh dalam bahasa Belanda ik eet vis [ik et fis]. Pada contoh tersebut fonem /v/ pada kata vis berubah menjadi fonem homorgan yang takbersuara /f/ karena pengaruh fonem sebelumnya yang takbersuara /t/ pada kata eet. Perubahan tersebut bersifat fonemis karena fonem /v/ dan /f/ merupakan dua fonem yang sama-sama ada dalam bahasa Belanda dan keduanya berpasangan minimal.
Verhaar (1996:79) menekankan bahwa asimilasi fonemis hanya berlaku untuk bahasa tertentu saja. Bahasa-bahasa di dunia agak berbeda-beda dalam hal asimilasi fonemis. Untuk menjelaskan hal itu ia membedakan asimilasi fonemis menjadi tiga jenis: asimilasi progresif, asimilasi regresif, dan asimilasi timbal balik (resiprokal). Contoh asimilasi progresif adalah klausa ik eet vis di atas. Contoh asimilasi regresif dalam bahasa Belanda adalah op de weg ‘di jalan’ yang dilafalkan [obdewex] dengan /b/ yang bersuara pada akhir kata op. Perubahan /p/ menjadi /b/ tersebut karena pengaruh /d/ yang bersuara pada awal artikel de. Pertanyaannya adalah mengapa terjadi asimilasi progresif pada klausa ik eet vis dan asimilasi regresif pada frasa op de weg. Jawabannya tentu saja terpulang pada kaida-kaidah asimilasi fonemis yang berlaku khusus pada bahasa Belanda dan belum tentu sama dengan kaidah asimilasi bahasa-bahasa lain.
Kekhususan asimilasi tersebut juga terlihat pada asimilasi resiprokal yang terjadi dalam bahasa Batak Toba. Dalam bahasa ini kata bereng [bere] ‘lihat’ dan hamu [hamu] ‘kamu’ jika disatukan dalam sebuah konstruksi bereng hamu akan menghasilkan asimilasi resiprokal, di mana baik [] dari kata bereng maupun [h] dari kata hamu berubah menjadi /k/, sehingga konstruksi tersebut dilafalkan [berek kamu].

Asimilasi dalam Bahasa Arab
Asimilasi dalam bahasa Arab tidak hanya dibahas oleh para linguis modern, melainkan juga para linguis tradisional seperti Sibawaih dan Ibnu Ginniy . Sibawaih dalam bukunya “Al-Kita:b” memang belum membahas asimilasi sebagai satu pokok bahasan tersendiri. Akan tetapi, dalam beberapa bahasan dia sering menyinggung istilah mudla:ra’ah yang didefinisikannya dengan تأثّر الأصوات المتجاورة بعضها ببعض/ta?aurul aswa:til mutaja:wirati ba’diha: biba’din/ ‘proses saling mempengaruhi antara satu bunyi dan bunyi lainnya yang berdampingan’. Selain istilah muda:ra’ah ia juga menggunakan istilah “taqri:b” dan “ida:m”. Ibnu Ginniy (wafat 392 H)(1985) juga menggunakan kata muda:ra’ah dan taqa:rub untuk peristiwa yang berkaitan dengan asimilasi. Misalnya, ia mengatakan:
واعلم أنَّك كما قد تجد هذه المضارعة وهذا التقارب بين الحروف فقد تجد ايضا بين الحركات حتّى انّك تجد الفتحة مشوّبة بشيء من الكسرة
“/wa’lam annaka kama: qad tajidu ha:ًih al-muda:ra’ah wa ha:ًa al-taqa:rub bayna al-huru:f faqad tajidu aydan bayna al-haraka:t hatta: innaka tajidu al-fathata muڑawwabatan bi ڑay?in min al-kasrah …/” (Ibnu Ginniy 1985:51)

‘dan ketahuilah bahwa muda:ra’ah dan taqa:rub itu, sebagaimana terdapat antara bunyi-bunyi konsonan juga terdapat di antara bunyi-bunyi vokal. Misalnya, fathah /a/ yang terpengaruh oleh ciri-ciri kasrah /i/…’

Anis (1979:178-190) mengemukakan bahwa bahasa Arab dalam perkembangannya menjadi berbagai dialek mempunyai kecenderungan yang cukup besar terhadap peristiwa asimilasi. Dalam dialek-dialek tersebut menurutnya terdapat konvensi-konvensi tentang asimilasi yang imbasnya sampai pada bahasa standar. Keadaan seperti ini telah mengundang para qurra’ ‘ahli bacaan Al-Qur’an’ untuk segera mengantisipasinya agar kecenderungan itu tidak berlanjut sehingga merusak kemurnian bahasa standar. Usaha mereka antara lain terwujud dalam bentuk kodifikasi dan standardisasi huruf-huruf (bunyi-bunyi) bahasa Arab standar. Sebagai contoh, untuk membedakan antara bunyi plosif yang bersuara dan yang tak bersuara, atau antara yang emfatik dan non emfatik, mereka memberi ciri qalqalah ‘getaran’ pada bunyi-bunyi bersuara. Qalqalah itu pada dasarnya adalah penyangatan ciri bersuara sehingga menjadi berbeda jelas dengan yang tak bersuara, atau penyangatan ciri oklusif agar berbeda dengan frikatif. Ada lima konsonan yang diberi ciri qalqalah, yaitu /q/, /t/, /b/, /j/, /d/. /Q/ dan /t/ diberi ciri qalqalah agar berbeda dengan /k/ dan /t/, sedangkan /b/, /j/ dan /d/ diberi ciri qalqalah agar berbeda dengan /m/, /ڑ/ dan /t/.
Menurut Anis (1979:180) proses yang menurut para ahli nahwu disebut ibda:l ‘penggantian satu konsonan dengan konsonan lain’ pada kata-kata berpola افتعل (K+t+aKaK) yang konsonan awalnya berupa /d/, /ً/ dan /z/ atau salah satu dari konsonan مطبّق /muthabbaq/ ‘emfatik’ /s/, /d/, /t/ dan /ً/, mengandung dua kali proses asimilasi, yaitu asimilasi progresif dan regresif. Proses tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
Secara morfologis bentuk iK+t+aKaK dari دَعا/da’a:/ ‘mengajak’, ذكر/ًakara/ ‘menyebut’, dan زاد/za:da/ ‘menambah’ adalah ادتعى/idta’a:/ ‘mengaku’, اذتكر/iًtakara/ ‘ingat’, dan ازتاد/izta:da/ ‘bertambah’. Akan tetapi infiks /-t-/ yang berciri takbersuara pada tiga kata tersebut kemudian berubah menjadi /-d-/ (bersuara) karena pengaruh bunyi bersuara sebelumnya yaitu /d/, /ً/ dan /z/. Jadi ketiga kata tersebut kemudian menjadi ادّعى /idda’a:/, اذدكر/iًdakara/ dan ازداد/izda:da/. Proses pengaruh konsonan /t/ oleh bunyi sebelumnya tersebut termasuk asimilasi progresif. Dalam proses berikutnya, dua di antara ketiga kata tersebut, yaitu /iًdakara/ dan /izda:da/, sering diucapkan اذّكر/iًًakara/ dan ازّاد /izza:da/. Dalam hal ini konsonan /d/ berubah menjadi sama dengan konsonan sebelumnya, dan oleh karena itu proses ini juga termasuk asimilasi progresif. Hanya saja, untuk kata /iًًakara/ lebih sering diucapkan ادّكر/iddakara/, yang berarti bunyi /ً/ dipengaruhi oleh bunyi /d/ sesudahnya, dan dengan demikian maka termasuk asimilasi regresif.
Proses seperti itu juga banyak terjadi pada pola iK+t+aKaK yang dibentuk dari verba yang konsonan awalnya berupa konsonan emfatik, seperti:
صَبَر+-ت-/sabara+-t-/  اصتبر/istabara/  اصطَبَر/istabara/
ظَلَم+-ت-/ًalama+-t-/  اظتلم/iًtalama/  اظطلم/iًtalama/  اظّلم /iًًalama/
اطّلم /ittalama/
Berdasarkan urutan atau alur bunyi yang mempengaruhi, asimilasi dalam bahasa Arab dibagi menjadi dua; asimilasi progresif ( مماثلة تقدّمية/muma:tsalah taqaddumiyah/) dan asimilasi regresif ( مماثلة رجعية/muma:tsalah raj’iyyah/). Proses berpengaruhnya sebuah bunyi pada bunyi sesudahnya disebut asimilasi progresif, seperti ازدهرizdahara [izdahara] berasal dari ازتهرiztahara [iztahara], di mana bunyi tak bersuara /t/ berubah menjadi bersuara /d/ karena terpengaruh oleh sifat bunyi /z/ yang bersuara. Sebaliknya, proses berpengaruhnya sebuah bunyi pada bunyi sebelumnya disebut asimilasi regresif, seperti ال+سلام /al+salam/  السّلام/assalam/ [assalam], di mana konsonan alveolar lateral /l/ dipengaruhi oleh bunyi alveolar frikatif /s/ (lihat Anis 1979, M. Basyar 1980, Umar 1985 dan Badri 1987). Dalam hal ini, Syahin (1982:210) menegaskan bahwa asimilasi regresif dalam bahasa Arab lebih produktif dari asimilasi progresif.
Berdasarkan kualitas pengaruh suatu bunyi pada bunyi lain yang dipengaruhi, asimilasi dalam bahasa Arab juga dibagi menjadi dua. Jika pengaruhnya menyeluruh, dalam arti bunyi yang dipengaruhi lebur menjadi satu dengan bunyi yang dipengaruhi, maka proses itu disebut asimilasi komplit ( مماثلة كلّيّةmumatsalah kulliyyah), seperti مِن+ما min+ma menjadi مِمّاmimma [mimma], di mana konsonan /n/ lebur menjadi /m/. Asimilasi komplit ini dalam bahasa arab juga disebut ادغامida:m ‘geminasi’. Sebaliknya, jika pengaruhnya hanya sebagian, dalam arti pengaruh itu hanya pada salah satu ciri pembeda, maka proses itu disebut asimilasi parsial ( مماثلة جزئيّةmumatsalah juz’iyyah), seperti ان+قطع in+qatha’a menjadi انقطعinqatha’a [iqata’a].
Anis (1979) dan Umar (1985) mengemukakan bahwa asimilasi dapat terjadi karena adanya kesamaan daerah artikulasi, cara berartikulasi, sifat bunyi, dan ciri pembeda lainnya. Namun, mereka tidak menentukan di antara faktor-faktor itu mana yang paling kuat pengaruhnya.
Umar (1985: 325-326) mengemukakan bahwa asimilasi dalam bahasa Arab dapat ditinjau dari empat aspek: (1) Asimilasi berdasarkan alur pengaruh antarbunyi, yang menghasilkan dua bentuk asimilasi: progresif dan regresif seperti telah diuraikan di atas. (2) Asimilasi berdasarkan langsung tidaknya bunyi yang mempengaruhi dan yang dipengaruhi. Dalam hal ini, asimilasi terbagi menjadi dua, yaitu مماثلة تجاوريّةmuma:alah taja:wuriyyah ‘asimilasi langsung’ (contact assimilation) dan مماثلة تباعديّةmuma:alah taba:’udiyyah ‘asimilasi taklangsung’ (distant assimilation). Asimilasi langsung terjadi jika antara fonem yang dipengaruhi dan yang mempengaruhi tidak ada fonem lain yang memisah, seperti pengaruh fonem /s/ pada fonem /l/ dalam /al+sala:m/ [assala:m], sedangkan asimilasi taklangsung terjadi jika antara fonem yang dipengaruhi dan yang mempengaruhi ada fonem lain yang memisah, seperti:
مُسَيطِر/musaytir/  مُصَيطِر/musaytir/
Asimilasi berdasarkan kualitas pengaruh antar bunyi, yang menghasilkan asimilasi komplit dan asimilasi parsial, (3) Asimilasi berdasarkan sifat bunyi. Dalam hal ini akan terjadi kemungkinan bunyi bersuara mempengaruhi bunyi takbersuara atau sebaliknya, bunyi emfatik mempengaruhi bunyi non-emfatik dan sebaliknya, (4) Asimilasi berdasarkan daerah atau cara artikulasi.

F. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah membuat rumusan yang sistematis tentang pola asimilasi dalam bahasa Arab dari sudut pandang morfofonemis. Agar dapat menjadi panduan yang lebih jelas dalam pelaksanaan penelitian, tujuan umum tersebut dirinci menjadi tujuan khusus sebagai berikut.
(1) Mengidentifikasi dan menjelaskan secara morfofonemis asimilasi dalam bahasa Arab dan merumuskan pola interaksi antara faktor morfologis dan fonologis dalam asimilasi;
(2) Mengidentifikasi faktor-faktor fonologis yang berpengaruh pada terjadinya proses asimilasi dalam bahasa Arab dan membandingkan antara faktor-faktor itu mana yang lebih kuat pengaruhnya;
(3) Merumuskan bagan atau pola asimilasi bahasa Arab dari segi urutan koartikulasi.

G. Kontribusi Penelitian
Hasil penelitian tentang pola asimilasi dalam bahasa Arab ini akan bermanfaat baik secara teoretis maupun praktis. Secara teoretis hasil penelitian ini dapat mendukung atau menyempurnakan kajian tentang asimilasi dalam bahasa Arab yang telah ada, seperti yang telah dilakukan oleh Syahin (1982), Umar (1985), dan Badri (1987). Bagi para peneliti bahasa secara umum, hasil penelitian ini akan menjadi bahan masukan yang cukup berarti, khususnya mengenai keunikan asimilasi dalam bahasa Arab, khususnya dalam Al-Qur'an, jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain. Secara praktis hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan oleh para pengajar bahasa Arab di Indonesia dalam menjelaskan asimilasi, karena selama ini uraian yang mendetil tentang asimilasi dengan ancangan morfofonemis masih jarang dilakukan oleh para pengajar baik di tingkat sekolah menengah maupun di perguruan tinggi.

H. Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang menggunakan ancangan deskritif eksplanatoris, yang tujuannnya adalah mendeskripsikan dan penjabarkan secara morfofonemis peristiwa asimilasi yang terjadi dalam bahasa Arab.

Sumber Data
Sumber data utama penelitian ini adalah Al-Qur’an. Dipilihnya Al-qur’an sebagai sumber data utama karena beberapa alasan berikut. Pertama, Al-Qur’am merupakan sumber utama ilmu bahasa Arab, seperti ’ilmul aswa:t ‘fonologi’, ’ilmu al-sarf ‘morfologi’, ’ilmu al-nahwi ‘sintaksis’, ’ilm al-ma’ani ‘semantik’, dan al-bala:ah ‘stilistik’. Kedua, Al-Qur’an merupakan rujukan utama untuk bahasa Arab standar, sehingga dengan mengambil Al-Qur’an sebagai sumber data, penelitian ini akan terhindar dari masalah yang berkaitan dengan language variety, terutama yang berupa dialek bahasa Arab kontemporer.
Di samping data tertulis penelitian ini juga menggunakan data lisan. Data lisan di sini berupa rekaman tartil Al-Qur’an yang dilafalkan oleh penutur asli, yaitu Syeh Ali Alminyawi, seorang qari’ ‘ahli baca Al-Qur’an’ dari Mesir dan Syeh Abdurrahman Sudais, qari’ dari Saudi Arabia. Cara membaca Al-Qur’an dengan suara nyaring secara garis besar dibagi menjadi tiga:
(1) Qira:ah bit-tahqi:q, yaitu cara membaca dengan memperhatikan secara cermat spesifikasi setiap bunyi, termasuk panjang pendek vokal, geminasi, dengungan, hentian, dan sebagainya. Bacaan ini biasa dipakai dalam taraf belajar.
(2) Qira:ah bil-hadr, yaitu cara membaca dengan cepat dan dengan berbagai keringanan seperti idam kabi:r, peringanan hamzah, dan sebagainya.
(3) Qira:ah bi al-tadwi:r, yaitu cara membaca dengan mengambil jalan tengan antara cara pertama dan kedua, cara membaca dengan kecepatan sedang dan dengan memperhatikan kaidah-kaidah umum bacaan (Al-Maliki 1983:29).
Yang dipilih sebagai data penelitian ini adalah cara membaca yang ketiga, karena cara itulah yang dianggap wajar dan berkecepatan hampir sama dengan orang berbicara biasa.
Korpus Data
Korpus data dalam penelitian ini berupa kata-kata, frase serta klausa yang diduga mengandung asimilasi. Data tersebut diambil dari 15 surat dari Al-Qur’an yang diambil secara acak dengan memperhatikan jumlah dan panjang pendek ayat. Tiga surat mewakili kelompok surat panjang, yakni surat yang ayatnya panjang-panjang dan jumlahnya lebih dari seratus, empat surat mewakili kelompok surat sedang, yakni surat yang jumlah ayatnya sekitar seratus, delapan surat mewakili kelompok surat pendek.
Selain dari 15 surat yang ditentukan di atas, korpus data juga diambil dari surat-surat lain yang memang sejak sebelum pengumpulan data penelitian ini ditentukan telah ditemukan mengandung peristiwa asimilasi dan menarik perhatian untuk diteliti.
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik representatif, yakni penelaahan berulang-ulang terhadap sumber data dan berhenti ketika tidak ditemukan lagi hal yang baru. Data tersebut direkam dengan teknik catatan dalam kartu. Prosedur pemerolehan data tersebut secara kronologis dapat dirinci sebagai berikut. (1) menemukan konstruksi kalimat, frasa atau kata yang diduga mengandung asimilasi, (2) mengamati proses terjadinya asimilasi pada data yang telah diperoleh dari langkah pertama, (3) klasifikasi.

Prosedur Analisis Data
Langkah awal dalam pengolahan data ini adalah klasifikasi data, yakni pengelompokan data berdasarkan jenisnya, persamaannya, perbedaannya, dan strukturnya, sehingga dapat dimasukkan dalam tabulasi data. Setelah diklasifikasi, data dianalisis dengan menggunakan teknik analisis yang disarankan oleh Samarin (1988:253-274), dengan berbagai adaptasi sesuai dengan tujuan penelitian ini. Analisis itu meliputi empat langkah berikut. (1) tabulasi data dan penentuan simbol-simbol yang konsisten untuk keperluan analisis, (2) membuat hipotesis-hipotesis yang akan membantu penentuan distribusi jenis-jenis asimilasi, (3) menguji hipotesis dengan menggunakan tabel distribusi asimilasi yang dikaitkan dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya, (4) penerapan prinsip pasangan minimal dan distribusi komplementer.
Empat langkah di atas dipadukan dengan teknik analisis yang disarankan oleh Trubetskoy (1973): (1) inventarisasi, (2) penentuan karakteristik kemunculan, (3) pembuatan tabel deskriptif, (4) penentuan jenis-jenis asimilasi berdasarkan kriteria yang telah dirumuskan, (5) verivikasi, dan (6) perumusan akhir (generalisasi).


I. Jadwal Pelaksanaan

Penelitian ini akan dilaksanakan selama 8 bulan terhitung sejak selesainya seminar usulan dengan jadwal sebagai berikut.

Kegiatan Penelitian
Bulan ke
1 2 3 4 5 6 7 8
Pembuatan desain opers. xxxx xx
Pembuatan instrumen xxxx
Pengumpulan data xxxx xxxx
Analisis data xxxx xxxx xxxx
Penulisan draf laporan xxxx xx
Laporan akhir xxx xxxx


J. Personalia Penelitian
1. Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap dan Gelar: Drs. Kholisin, M.Hum
b. Golongan Pangkat & NIP: IIId/Penata Tk. I/131880464
c. Jabatan Fungsional : Lektor
d. Jabatan Struktural : Sekretaris Jurusan Sastra Arab
e. Fakultas/Program Studi : Sastra/Sastra Arab
f. Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Malang
g. Bidang Keahlian : Fonologi
h. Waktu untuk Penelitian ini: 12 jam/minggu
2. Anggota: ---


K. Perkiraan Biaya Penelitian
1. Honorarium:
a. Peneliti 8 bulan x Rp500.000,- …….…………… Rp 4.000.000,-
b. Tenaga lapangan 2 orang....…………………….. Rp 600.000,-
c. Tenaga Administrasi …………………………… Rp 500.000,-
2. Persiapan:
a. Konsultasi dengan tenaga ahli …………………. Rp 200.000,-
b. Pembuatan desain operasional ………………… Rp 200.000,-
c. Pembuatan instrumen penelitian ………………. Rp 200.000,-
d. Pembelian bahan dan alat (tinta, kertas dll.) ….. Rp 800.000,-
3. Operasional pengumpulan data …………………… Rp 1000.000,-
4. Analisis Data:
a. Analisis data manual ………………………….. Rp 300.000,-
b. Analisis data komputer ……………………….. Rp 300.000,-
5. Penyusunan laporan dan penggandaan
a. Penyusunan draf laporan ……….. ……………. Rp 400.000,-
b. Penyusunan laporan akhir …………………….. Rp 500.000.-
c. Penggandan laporan ……………………………. Rp 250.000,-
d. Penyelenggaraan seminar ………………………..Rp 250.000,-
e. Keperluan lain-lain …………………………….. Rp 500.000,-
-------------------------------------------------------------------------------------------
Jumlah ………………………………………. …… Rp 10.000.000,-



CURRICCULUM VITAE


1. Nama : Drs. Kholisin, M.Hum
2. Tempat/Tgl. Lahir : Malang, 9 Desember 1965
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Pangkat/Golongan/NIP : Penata Tk. I/IIId/131880464
5. Jabatan Fungsional : Lektor
6. Jurusan/Fakultas : Sastra Arab/Sastra
7. Alamat : Jl. Masjid 34 Kuwolu Bululawang Malang. Telp.
(0341) 823538
8. Riwayat Pendidikan :
a. Madrasah Ibtidaiyah lulus tahun 1976
b. Madrasah Tsanawiyah lulus tahun 1979/1980
c. Madrasah Aliyah lulus tahun 1983
d. IAIN Malang Jurusan Bahasa Arab lulus tahun 1988
e. LIPIA Jakarta lulus tahun 1987
f. S2 Linguistik UI lulus tahun 2001

9. Pengalaman Penelitian Terpenting:

a) Kesalahan Penerjemahan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Arab FPBS IKIP Malang, 1991 (OPF IKIP Malang)
b) Analisis Pendekatan, Validitas Kurikuler, dan Reliabilitas Soal EBTAN Bahasa Arab SMA tahun 1992/1993. (OPF IKIP Malang)
c) Analisis Kesilapan Bahasa Arab Lisan Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab FPBS IKIP Malang, 1995 (OPF IKIP Malang)
d) Bahasa Arab Guru dalan Interaksi Belajar-Mengajar di Pondok Pesantren Al-Munawwaroh Kedungkandang Malang, 1996 (DP3M)
e) Strategi Permintaan Maaf dalam Bahasa Indonesia di Kalangan Penutur Bahasa Jawa di Kota Malang, 2002 (Dosen Muda)

10. Karya Publikasi:
a) Mempersiapkan Guru Bahasa Arab yang Profesional. Majalah Tarbiyah IAIN Malang, 1991
b) I'rab nahalliy dalam Pengajaran Bahasa Arab. Jurnal Nadil Lughah al- Arabiyah. 1995
c) Dinamika dalam Penerjemahan. Makalah disampaikan pada Seminar Dosen Jurusan PBA FS UM 1999
d) Kohesi dalam Teks Tulis Bahasa Arab. Makalah disampaikan pada Seminar Dosen Jurusan PBA FS UM 1999
e) Dinamika Ilmu Nahwu Abad Permulaan. Makalah disampaikan pada Seminar Dosen Jurusan PBA FS UM 2000
f) Jenis dan Perannya dalan Sintaksis Bahasa Arab. Jurnal "Bahasa dan Seni" 1999
g) Masalah Transfer dalam Penerjemahan. Makalah disampaikan pada Seminar Dosen Jurusan PBA FS UM 2000
h) Sosiolinguistik dan Pengajaran Bahasa. Jurnal "BAHASA & SENI" 2001
i) Pengembangan Media Pengajaran Bahasa Arab untuk Anak. Makalah disampaikan pada Seminar Pengajaran Bahasa Arab untuk Anak Proyek DUE Like Sastra Arab 2002
j) Desain Matakuliah Keahlian Khusus Kaligrafi. Makalah disampaikan pada Seminar Pengembangan Desain Matakuliah Keahlian Khusus Kaligrafi Proyek DUE Like Sastra Arab 2002
k) Cikal Bakal Ilmu Nahwu. Jurnal BAHASA & SENI, 2003
l) Asimilasi Fonologis dalam Bahasa Arab. Jurnal Al-‘Arabi, Vol 1 2003.





DAFTAR PUSTAKA ACUAN


Abercrombie, David. 1974. Elements of General Phonetics. Edinburgh: University Peress
Ibn Ginniy, Abul Fath, Utsman (wafat 392 H). 1985. Sirru Shina'atil I'rab ‘Rahasia I’rab’. Tahqi:q (Penyuntung): Hasan Handawi. Damaskus: Darul Qalam
Abduttawwab, Ramdhan. 1982. At-tathawwurun Nahwi li-llughatil 'Arabiyyah ‘Dinamika Sintaksis Bahasa Arab’ Riyadh: Darur Rifa'i
Al-Ghalayainiy, Musthafa. 1994. Ja:mi’ud Duru:sil ‘Arabiyyah. Beirut: Almaktabatul ‘Ashriyyah.
Al-Maliki, Muhammad bin Alwi. 1983. Zubdatul Itqa:n fi: ‘Ulumil Qur’an. Jeddah: Dar el-Suruq.
Anis, Ibrahim. 1978. Min Asra:ril Lughah ‘Rahasia Bahasa’. Cairo: Maktabah Anglo al-Mashriyyah.
Badri, Kamal Ibrahim. 1987. Ilmul Lughah al-Mubarmaj, Al-Ashwa:t ‘Fonologi’.. Riyadh: Jami’atul Imam Muhammad bin Saud.
Catford, J. C. 1990. A Practical Introduction to Phonetics. New York: Oxford University Press
Chomsky, Noam. 1965. Aspects of the Theory of Syntax. Cambridge MA: Massachusetts Institute of Technology Press.
Departemen Agama RI. 1993. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Medinah: Mujamma’ Khadim al Haramain asy Syarifain al Malik Fahd li Thiba’ati al Mush-haf asy Syarif (Pusat Penerbitan Al-Qur’an Raja Fahd, Medinah).
Fromkin, Fictoria & Rodman, Robet. 1985. An Introduction to Language. Sydney: Holt, Rinehart and Winston.
Gleason, H. A. 1961. An Introduction to Descriptive Linguistics. New York: Holt Rinehart and Winston
Hassan, Tamam. 1979. Al-lughatul ‘Arabiyyah Ma’na:ha: wa Mabna:ha: ‘Struktur dan Fungsi dalam Bahasa Arab’. Cairo: Al-hai’atul Mashriyyah al-‘Ammah lil-Kitab.
Jensen, John Tillotson. 1990. Morphology, Word Sructure in Generative Grammar. Amsterdam/Philadelphia: John Benjamins Publishing Company.
Laver, John. 1994. Principles of Phonetics. Cambridge: Cambridge University Press.
Lyons, John. 1995. Pengantar Teori Linguistik. Terjemahan I. Soetikno. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Lodge, Ken. 1992. Assimilation, Deletion Path and Underspecification. Dalam Journal of Linguistics, vol. 28
Muhammad Basyar, Kamal. 1980. Ilmul Lughatil 'Am: Al-ashwa:t ‘Linguistik Umum: Fonologi’. Darul Ma'arif
Muhammad Naja, Ibrahim. 1972. At-Tajwid wal-Ashwa:t. Cairo: Jami’atul Azhar
Syahin, Taufiq M. 1980.‘Awa:mil Tanmiyat al-Luah al-‘Arabiyyah. Cairo: Maktabah Wahbah
Samarin, William J. 1988. Ilmu Bahasa Lapangan. Terjemahan J. S. Badudu. Yogyakarta: Kanisius
Schane, Sanford A. 1992. Fonologi Generatif. Terjemahan Kentjanawati Gunawan. Jakarta: Summer Institute of Linguistics-Indonesia.
Umar, A. Mukhtar. 1985. Dira:satus Shautil Lughawiy ‘Fonologi’. Cairo: Alamul Kutub.
Verhaar, J.W.M. 1996. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Zahid, Zahir Ghazi. 1989. I’ra:bul Qur’an. Vol 2. Baghdad: Mathba’ah al-‘Aniy.


LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA

1. a Judul Penelitian : Strategi Permintaan Maaf Dalam Bahasa Indonesia di Kalangan Penutur Bahasa Jawa di Kota Malang; Kajian Sosioporagmatik
b. Bidang Ilmu : Sastra
c. Kategori Penelitian : Pengembangan Ilmu Pengetahuan

2. Ketua Peneliti:
a. Nama Lengkap dan Gelar : Drs. Kholisin, M.Hum
b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. Golongan Pangkat & NIP : IIId/Penata Tk. I/131880464
d. Jabatan Fungsional : Lektor
e. Jabatan Struktural : Sekretaris Jurusan Sastra Arab
f. Fakultas/Jurusan : Sastra/Sastra Arab
g. Pusat Penelitian : Universitas Negeri Malang

3. Jumlah Anggota Peneliti : 1 orang
h. Nama Lengkap dan Gelar : Drs. M. Syatibi Nawawi
i. Jenis Kelamin : Laki-laki
j. Golongan Pangkat & NIP : IVa/Pembina Tk. I/130808944
k. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala
l. Jabatan Struktural : -
m. Fakultas/Jurusan : Sastra/Sastra Arab

4. Lokasi Penelitian : Kajian Pustaka
5. Kerjasama dengan Institusi Lain : Tidak
6. Lama Penelitian : 8 bulan
7. Biaya yang Diperlukan : Rp 6.000.000,- (enam jita rupiah)
a. Sumber dari Depdiknas : Rp 6.000.000,-
b. Sumber lain : -


Menyetuji: Malang, 20 Maret 2003
Ketua Lembaga Penelitian UM Peneliti





Drs. Suhadi Ibnu, M.A., Ph.D Drs. Kholisin, M.Hum
NIP. 130368733 NIP. 131880464

Tidak ada komentar:

Posting Komentar