Rabu, 23 Juni 2010

PERAN MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) KOTA MALANG DALAM MENGATASI BERBAGAI PENYIMPANGAN KEBERAGAMAAN UMMAT TAHUN 2000 - 2005

PERAN MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) KOTA MALANG DALAM MENGATASI BERBAGAI PENYIMPANGAN KEBERAGAMAAN UMMAT
TAHUN 2000 - 2005

Latar Belakang
Dalam kurun lima tahun terakhir ini frekwensi penyimpangan perilaku keagamaan secara kelompok cenderung meningkat, hali ini ditandai dengan menjamurnya faham-faham Islam yang menyesatkan di masyarakat. Sebagai contoh; di Jakarta muncul Yayasan Salamullah pimpinan Lia Aminuddin yang mengaku menerima wahyu dari Jibril, di Malang ada fenomena shalat dwibahasa (Arab – Indonesia) oleh Muhammad Yusman Roy, di Bekasi ada Majlis Tadzkir Musyarofah pimpinan Syekh Maulana Muhammad yang memperbolehkan seorang imam jamaah ‘menggauli’ siapa saja dengan dalih agar melahirkan sang messian Imam Mahdi, serta merebaknya faham liberal Islam, dan lain-lain. Kasus yang paling aktual adalah penyimpangan ajaran jihad untuk melakukan tindakan teror seperti bom bunuh diri.
Salah satu lembaga yang telah berjasa menahan laju penyimpangan di atas adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI). MUI Kab. Malang –misalnya- telah mengeluarkan fatwa sesat terhadap shalat dwibahasa yang dengan dasar itu Pemkab Malang membekukan aliran itu (SK Bupati Malang No. 180/173/KIP/421.012/2005) dan menangkap pimpinannya tanggal 6 Mei 2005. Di Tulungagung (28 Mei 2005) juga MUI berperan menutup Ponpes Madinatul Asrar yang tiga ajarannya dianggap sesat.
Terlepas dari pro-kontra isi fatwa yang terekspos, MUI mempunyai otoritas untuk meluruskan berbagai penyimpangan di atas, di samping juga lembaga dan ormas Islam lainnya, sebagai tanggungjawab kepada ummat. Lembaga ini diisi para ulama yang sangat kompeten, peka atas problematika ummat serta mempunyai integritas tinggi pada agama. MUI mempunyai jaringan struktural mulai pusat sampai ke kota-kota dan kabupaten seluruh Indonesia. Karenanya, secara teoritis peran MUI untuk menahan laju penyimpangan sangat efektif dan signifikan dalam meredakan berbagai gejolak di masyarakat akibat perilaku penyimpangan tersebut.
Suburnya benih-benih faham yang menyimpang di suatu daerah akan sangat tergantung pada tingkat pendidikan, ekonomi masyarakatnya serta kondisi geografis daerah tersebut. Kota Malang terindikasi masuk dalam kategori daerah yang subur bagi tumbuhnya faham atau aliran yang menyimpang, asumsi ini didasarkan pada: pertama, tingkat pendidikan masyarakat yang belum merata, khususnya di desa-desa terpencil. Kedua, sebagai kota mahasiswa, kota Malang kaya akan perguruan tinggi yang sarat dengan organisasi-organisasi yang berbasis budaya, keagamaan dan sebagainya. Dengan banyaknya organisasi tersebut, terutama organisasi keagamaan, tentu membawa warna yang bervariasi mulai dari faham yang toleran sampai yang rigid, juga mulai dari yang toleran sampai yang radikal. Ketiga, Malang sebagai kota pariwisata tentu menjadi obyek para tamu wisata dari berbagai latar belakang budaya, agama, aliran, ras, suku dan sebagainya. Hal ini secara alami akan semakin menambah pluralitas faham dan aliran keberagamaan di daerah ini.
Atas dasar latar belakang di atas, penulis ingin mengetahui lebih mendalam tentang berbagai penyimpangan keberagamaan ummat di kota Malang mulai tahun 2000 s/d 2005 serta peran yang dimainkan MUI kota malang dalam mengatasi berbagai penyimpangan keberagamaan ummat tersebut.

Rumusan Masalah
1. Apa saja bentuk penyimpangan keberagamaan yang terjadi di kota Malang tahun 2000 s/d 2005?
2. Bagaimana peran MUI kota Malang dalam mengatasi penyimpangan keberagamaan yang terjadi tahun 2000 s/d 2005?

Tinjauan Pustaka
- Sejarah Perkembangan MUI
- Misi dan Visi MUI
- Munculnya aliran dalam tinjauan Sosiologi Agama

Metodologi Penelitian
Untuk mendapatkan hasil yang optimal dan komprehensip, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan rancangan studi kasus, dan teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah wawancara mendalam observasi, dan studi dokumen. Analisa data mengguanakan dua tahap, yaitu (1) kasus individu (individual cases) dan (2) lintas kasus (cross case analysis). Juga dilengkapi teknik keabsahan data yang meliputi; triangulasi data, member checks, reviening dan teknik kredibilitas data. Sedangkan untuk menguji keabsahan proses penelitian dilakukan dengan pendability audit dan comfirmability audit pada pengujian keabsahan produk hasil penelitian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar