Rabu, 23 Juni 2010

Efektifitas Penerapan “Belajar Kooperatif” Model Struktural Dalam Meningkatkan Pemahaman Teks Berbahasa Arab Pada Matakuliah Tafsir di Prodi Pendidika

A. Judul Penelitian
Efektifitas Penerapan “Belajar Kooperatif” Model Struktural Dalam Meningkatkan Pemahaman Teks Berbahasa Arab Pada Matakuliah Tafsir di Prodi Pendidikan Bahasa Arab UM

B. Bidang Ilmu
Pendidikan Bahasa Arab

C. Bidang Kajian
Ilmu Tafsir al-Qur'an

D. Latar Belakang Penelitian
Membaca pemahaman atas teks merupakan salah satu aspek dalam keterampilan berbahasa, termasuk juga bahasa Arab. Membaca pemahaman memiliki beberapa tujuan, di antaranya adalah: (1) memprediksi isi bacaan, (2) memahami bacaan, (3) membuat ringkasan, dan (4) mengklarifikasi isi bacaan (Palinscar dan Brown dalam Burns dkk., 1996). Di perguruan tinggi, untuk mencapai keberhasilan tujuan pembelajaran bahasa di atas, seorang dosen harus membuat rancangan pembelajaran yang baik dan mahasiswa dikelola agar aktif belajar, mampu memanfaatkan pengalaman, serta mampu membangun kerjasama di kelas sehingga pembelajaran lebih menarik, suasana kelas lebih dinamis, dan hasil pembelajaran lebih optimal.
Dalam merancang pembelajaran dosen harus memperhatikan tahap-tahap dalam pembelajaran membaca. Tahap-tahap dalam pembelajaran membaca oleh Burns dkk. (1996) dibagi menjadi tiga, yaitu tahap sebelum membaca bacaan atau pramembaca (prereading), ketika sedang membaca bacaan atau saat membaca (duringreading) dan setelah membaca bacaan atau pascamembaca (postreading). Selanjutnya, Burns dkk.(1996) menjelaskan bahwa kegiatan tersebut dapat dilakukan di masing-masing tahap. Pada tahap pramembaca, kegiatan yang dapat dilakukan mahasiswa adalah memprediksi isi bacaan, menulis sebelum membaca (writing before reading), sedangkan kegiatan yang dapat dilakukan dosen adalah menyajikan peta cerita, memberikan pertanyaan pendahuluan, dan menyajikan drama mengenai isi cerita yang akan dibaca oleh mahasiswa. Pada kegiatan membaca, kegiatan yang dapat dilakukan mahasiswa adalah menjawab pertanyaan dan melengkapi bacaan. Pada kegiatan pascamembaca, dosen dapat memberikan visualisasi isi cerita, dan memberikan pertanyaan pascamembaca, sedangkan mahasiswa dipersilahkan untuk membaca bacaan lanjutan, dan menceritakan kembali isi bacaan dengan membuat ringkasan atau skema cerita.
Selanjutnya, menurut Gunning (1992) pada tahap saat membaca dosen dapat memberikan pertanyaan-pertanyaan pengarah yang mampu mendorong mahasiswa memahami cerita, yaitu pertanyaan yang berhubungan dengan masing–masing unsur cerita. Sedangkan kegiatan pascamembaca menurut Burns dkk. (1996), dapat dilakukan oleh dosen dengan cara mengajak mahasiswa untuk membuat skema dari cerita yang telah dibacanya.
Proses pembelajaran membaca tersebut agar lebih efektif harus dilakukan secara kooperatif, hal itu dikarenakan begitu panjangnya rangkaian pembelajaran membaca yang dipersyaratkan dan beratnya tugas yang dipikul mahasiswa bila dilakukan secara mandiri. Bahkan, menurut Campbell dkk (2004) belajar kooperatif dapat meningkatkan pencapaian belajar siswa, mempercepat pembelajaran, meningkatkan daya ingat dan memiliki hasil akhir, yaitu tindakan positif terhadap pembelajaran itu sendiri.
Dalam konteks pembelajaran membaca pemahaman bahasa Arab di Program Studi Pendidikan Bahasa Arab Jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang (selanjutnya disingkat Prodi PBA JSA FS UM), ada empat matakuliah yang terkait dengan pemahaman teks, yaitu Muthalaah, Qiraah Muwassaah, Mustalahat Ashriyah dan Tafsir al-Qur'an. Dalam hasil penelitian yang dilakukan Ahsanuddin (2003) tentang “metode dan media pembelajaran matakuliah Muthala’ah (reading comprehension) di Prodi PBA JSA FS UM”, disebutkan bahwa dosen menggunakan 80% dari porsi waktu perkuliahan Muthalaah untuk penerapan metode qawaid (tatabahasa) dan tarjamah (alih bahasa) dan belum mengikuti tahapan–tahapan pembelajaran membaca pemahaman. Fakta di atas tentu berdampak pada kemampuan lulusan yang kurang kompeten dalam memahami teks-teks bahasa Arab secara cepat dan tepat.
Matakuliah tafsir adalah matakuliah yang harus ditempuh oleh mahasiswa yang mengambil program pilihan pendidikan agama Islam, yang membahas segala sesuatu yang terkait dengan penjelasan makna ayat al-Qur'an dan diambil dari teks-teks tafsir yang berbahasa Arab. Selama ini pembelajaran tafsir dilakukan dengan pola top down, yaitu dosen membaca atau menerangkan, sedangkan mahasiswa mendengarkan secara pasif. Teks tafsir yang berbahasa Arab oleh dosen biasanya diterjemahkan secara harfiyah, sehingga mahasiswa cenderung bosan dan tidak termotivasi untuk memahami sendiri teks-teks tersebut. Oleh karena itulah peneliti bersama kolaborator akan menerapkan strategi belajar kooperatif dengan metode struktural untuk meningkatkan kemampuan memahami teks-teks tafsir.
Strategi belajar kooperatif dipilih, karena menurut penelitian Lie dkk. ( 2002) bahwa strategi belajar kooperatif itu justru lebih efektif dari pada pembelajaran konvensional di mana dosen merupakan sumber belajar satu–satunya di kelas. Dengan belajar kooperatif tugas dosen untuk melayani kebutuhan belajar mahasiswa yang berkemampuan rendah dapat dibantu oleh mahasiswa yang berkemampuan tinggi atau yang lebih dikenal dengan peer teaching (saling mengajar antarteman), sehingga kemampuan mahasiswa di kelas akan merata. Dengan demikian, untuk mengatasi permasalahan yang dirasakan dosen di Prodi PBA JSA FS UM, peneliti dan dosen akan melakukan tindakan pengoptimalan pembelajaran membaca pemahaman yang dilakukan dengan strategi belajar kooperatif.
Untuk itu, perlu kiranya penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan metode pembelajaran tafsir dengan menerapkan strategi belajar kooperatif model Struktural untuk memahami latar belakang turunnya ayat, kosakata, penjelasan isi kandungannya dan korelasi antar ayat.

E. Rumusan Masalah
Secara umum penelitian ini ingin mengetahui apakah penerapan strategi belajar kooperatif metode Struktural dalam meningkatkan kemampuan membaca pemahaman teks-teks berbahasa Arab mahasiswa Prodi PBA JSA FS UM. Secara rinci rumusan masalah disajikan berikut ini.
(1) Apakah strategi belajar kooperatif model Struktural itu efektif dalam meningkatkan kemampuan pemahaman latar belakang turunnya ayat (asbabun nuzul) pada matakuliah tafsir di Prodi PBA JSA FS UM?
(2) Apakah strategi belajar kooperatif model Struktural itu efektif dalam meningkatkan kemampuan pemahaman kosakata ayat (mufradatul ayat) pada matakuliah tafsir di Prodi PBA JSA FS UM?
(3) Apakah strategi belajar kooperatif model Struktural itu efektif dalam meningkatkan kemampuan pemahaman penjelasan isi kandungan ayat (syarhul ayat) pada matakuliah tafsir di Prodi PBA JSA FS UM?
(4) Apakah strategi belajar kooperatif model Struktural itu efektif dalam meningkatkan kemampuan pemahaman korelasi antar ayat (munasabatul ayat) pada matakuliah tafsir di Prodi PBA JSA FS UM?
F. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini ingin mengetahui bagaimanakah penerapan strategi belajar kooperatif dalam peningkatan kemampuan membaca pemahaman teks-teks berbahasa Arab mahasiswa Prodi PBA JSA FS UM. Secara rinci tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
(1) Efektifitas strategi belajar kooperatif model Struktural dalam meningkatkan kemampuan pemahaman latar belakang turunnya ayat (asbabun nuzul) pada matakuliah tafsir di Prodi PBA JSA FS UM?
(2) Efektifitas strategi belajar kooperatif model Struktural dalam meningkatkan kemampuan pemahaman kosakata ayat (mufradatul ayat) pada matakuliah tafsir di Prodi PBA JSA FS UM?
(3) Efektifitas strategi belajar kooperatif model Struktural dalam meningkatkan kemampuan pemahaman penjelasan isi kandungan ayat (syarhul ayat) pada matakuliah tafsir di Prodi PBA JSA FS UM?
(4) Efektifitas strategi belajar kooperatif model Struktural dalam meningkatkan kemampuan pemahaman korelasi antar ayat (munasabatul ayat) pada matakuliah tafsir di Prodi PBA JSA FS UM?
G. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki dua manfaat, teoritis dan praktis. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk mendukung perkembangan strategi belajar kooperatif sebagai strategi belajar alternatif di antara strategi belajar individual dan strategi belajar kompetitif yang telah banyak dilakukan di kelas–kelas. Sedangkan secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan pertimbangan bagi dosen, kepala program studi, penyusun buku ajar atau pihak lain yang berkepentingan, dalam memahami metode dan strategi yang efektif dalam pembelajaran tafsir al-Qur'an khususnya memahami latar belakang turunnya ayat, kosakata, penjelasan isi kandungannya dan korelasi antar ayat.
.

H. Kajian Pustaka
1. Strategi Belajar Kooperatif Model Struktural dan Unsur-Unsurnya
a. Pengertian Belajar Kooperatif
Strategi belajar mengajar mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan pembelajaran di kelas. Strategi belajar kooperatif (cooperative learning) didasari oleh filsafat Homo Homini Socius yaitu bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kerjasama antara manusia yang satu dengan manusia yang lain menjadi kebutuhan yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia (Lie, 2002).
Pembelajaran dengan strategi kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar kelompok. Konsep belajar kooperatif adalah adanya kerjasama antaranggota dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Belajar secara kooperatif adalah sebuah sosok pengetahuan dan penelitian yang telah diuji mempunyai pengaruh dalam pendidikan. Secara praktis sebagai suatu cara untuk mengatur kerja kelompok, mengubah cara belajar dengan saling menumbuhkan kemajuan akademik /belajar.
Strategi belajar kooperatif merupakan salah satu strategi yang digunakan untuk meningkatkan hasil belajar mahamahasiswa dengan menggunakan sistem tutor antarteman, kerjasama kelompok, dan komunikasi dalam kelompok. Komponen kunci yang ada di dalam belajar secara kooperatif adalah interaksi, kerjasama, dan komunikasi (Roberts dan Kenney dalam Kindsvatter, 1996).
Slavin dalam Kindsvatter (1996), membuat suatu simpulan bahwa strategi belajar secara kooperatif adalah satu-satunya strategi pembelajaran yang telah diuji keberhasilannya dan telah dilakukan penelitian kira–kira lebih dari dua ratus buah, dengan waktu penelitian setidaknya empat minggu. Penelitian telah dilakukan di semua level kelas, pada semua mata pelajaran, semua tipe sekolah, dan untuk kelas dengan pencapaian tinggi, sedang maupun rendah.
b. Unsur–unsur dalam Belajar Kooperatif
Roger dan Johnson (dalam Lie, 2002), menegaskan bahwa tidak semua kerja kelompok dapat dianggap kerja kooperatif. Kerja kelompok dalam belajar kooperatif harus menunjukkan unsur-unsur berikut ini.

1) Saling ketergantungan positif
Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kerja kelompok yang efektif dosen perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok menyelesaikan tugasnya sendiri supaya anggota yang lain bisa mencapai tujuan bersama. Keberhasilan menyelesaikan tugas oleh masing–masing anggota sangat menentukan keberhasilan kelompok.
2) Tanggung jawab perseorangan
Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur pertama. Setelah mahamahasiswa mengetahui bahwa pekerjaan mereka sangat menentukan hasil kelompok maka mereka akan termotivasi untuk memberikan yang terbaik bagi kelompoknya. Mahamahasiswa yang kurang mampu tidak menggantungkan penyelesaian tugas kepada mahamahasiswa yang pandai karena masing–masing mempunyai tanggungjawab sendiri- sendiri.
3) Tatap muka
Setiap kelompok mempunyai kesempatan untuk berkomunikasi dan berdiskusi. Di dalam proses penyelesaian tugas secara berdiskusi ini diharapkan dapat membentuk suatu sinergi yang menguntungkan masing–masing anggota. Dengan demikian diharapkan akan timbul rasa saling menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan dan mengisi kekurangan masing–masing anggota. Sudah sewajarnya masing–masing anggota mempunyai latar belakang yang berbeda baik pengalaman, keluarga dan sosial ekonomi yang berbeda. Perbedaan ini justru menjadi modal utama dalam proses saling memperkaya pengetahuan. Sinergi ini tidak secara langsung terbentuk melainkan melalui proses yang panjang. Untuk itu mahamahasiswa harus diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi.
4) Komunikasi antaranggota
Unsur ini menghendaki agar pembelajar dibekali berbagai keterampilan komunikasi. Sebelum dosen memberikan tugas yang harus diselesaikan, terlebih dahulu dosen memberikan penjelasan mengenai cara-cara komunikasi dalam berdiskusi. Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada kesediaan anggota saling mendengarkan dan kemampuan mereka mengemukakan pendapat. Apabila diperlukan, dosen harus memberikan contoh secara eksplisit mengenai cara-cara berkomunikasi secara efektif seperti bagaimana cara menyatakan pendapat, cara menyanggah pendapat orang lain, cara menolak pendapat orang lain tanpa menyinggung perasaan orang lain, dan lain-lain.
5) Evaluasi proses kelompok
Dosen perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kelompok dan hasil kerja sama mereka sehingga mereka dapat bekerjasama dengan lebih efektif pada waktu-waktu yang akan datang. Evaluasi tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, melainkan bisa diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali terlibat dalam pembelajaran secara kooperatif.

c. Model Struktural
Metode ini dikembangkan oleh Spencer Kagan dan kawan-kawannya (1993). Meskipun memiliki banyak kesamaan dengan metode lainnya, metode Struktural menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa. Berbagai struktur tersebut dikembangkan oleh Kagan dengan maksud agar menjadi alternatif dari berbagai struktur kelas yang lebih tradisional, seperti metode resitasi, yang ditandai dengan pengajuan pertanyaan oleh guru kepada seluruh siswa dalam kelas dan para siswa memberikan jawaban setelah lebih dahulu mengangkat tangan dan ditunjuk oleh guru. Struktur-struktur Kagan menghendaki agar para siswa bekerja sama saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif.
Menurut Nurhadi dkk (2004:67), ada struktur yang memiliki tujuan umum (goal) untuk meningkatkan penguasaan isi akademik dan ada pula struktur yang tujuannya untuk mengajarkan keterampilan sosial. Think-Pair-Share dan Numbered Head adalah struktur yang dapat digunakan untuk meningkatkan penguasaan akademik, sedangkan struktur Active Listening dan Time Tokens adalah struktur yang dapat digunakan untuk mengajarkan keterampilan sosial.
a. Think-Pair-Share
Metode ini dikembangkan oleh Frank Lyman dan kawan-kawannya (dalam Nurhadi dkk. 2004:66) dari Universitas Maryland yang mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan diskusi perlu diselenggarakan dalam setting kelompok kelas secara keseluruhan. Metode Think-Pair-Share memberikan kepada para siswa waktu untuk berpikir dan merespons serta saling bantu satu sama lain. Sebagai contoh, seorang guru baru saja menyelesaikan suatu sajian pendek atau para siswa telah selesai membaca suatu tugas. Selanjutnya, guru meminta kepada para siswa untuk menyadari secara lebih serius mengenai apa yang telah dijelaskan oleh guru atau apa yang telah dibaca. Guru tersebut lebih memilih metode Think-Pair-Share daripada metode tanya jawab untuk kelompok secara keseluruhan (whole-group question and answer). Lyman dan kawan-kawannya menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
Langkah pertama: Berpikir (Thinking). Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang terkait dengan pelajaran dan siswa diberi waktu satu menit untuk berpikir sendiri mengenai jawaban atau isu tersebut.
Langkah kedua: Berpasangan (Pairing). Selanjutnya guru meminta kepada siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan mengenai apa yang telah dipikirkan. lnteraksi selama periode ni dapat meng hasilkan jawaban bersama jika suatu pertanyaan teah diajukan atau penyampaian ide bersama jika suatu isu khusus telah diidentifikas Biasanya guru mengizinkan tidak lebih dan 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
Langkah ketiga: Berbagi (Sharing). Pada langkah akhir ini guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi atau bekerja sama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang tetah mereka bicarakan. Pada langkah ini akan menjadi efektif jika guru berkeliling kelas dan pasangan yang satu ke pasangan yang lain, sehingga seperempat atau separo dan pasangan-pasangan tersebut memperoleh kesempatan untuk melapor.
b. Numbered Head Together
Metode ini dikembangkan oleh Spencer Kagan (1993) dengan melibatkan para siswa dalam mereview bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek atau memeriksa pemahaman mereka mengenai isi pelajaran tersebut. Sebagai pengganti pertanyaan langsung kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur 4 langkah sebagai berikut.
Langkah pertama: Penomoran (Numbering): Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3 hingga 5 orang dan memberi mereka nomor sehingga tiap siswa dalam tim tersebut memiliki nomor berbeda.
Langkah kedua: Pengajuan Pertanyaan (Questioning): Guru mengajukan suatu pertanyaan kepada para siswa. Pertanyaan dapat bervariasi, dan yang bersifat spesifik hingga yang bersifat umum. Contoh pertanyaan yang bersifat spesifik adalah “Di mana letak kerajaan Tarumanegara?”, sedangkan contoh pertanyaan yang bersifat umum adalah “Mengapa Diponegoro memberontak kepada pemerintah Belanda?”
Langkah ketiga: Berpikir Bersama (Head Together): Para siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban tersebut.
Langkah keempat Pemberian Jawaban (Answering): Guru menyebut satu nomor dan para siswa dan tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas.

2. Membaca Pemahaman
Lundsteen (1989) mengemukakan tingkat membaca pemahaman sebagai berikut: pemahaman literal, pemahaman inferensial, dan pemahaman evaluasional. Pada pemahaman literal, keterampilan yang harus dikuasai antara lain: ketrampilan mengidentifikasi ide pokok, ide penjelas, makna kata, mengenal hubungan sebab akibat, plot, struktur, pernyataan langsung, keterampilan menyebutkan kembali ide pokok, bagian-bagian, rincian plot dan informasi, tokoh, setting, dan keterampilan menganalisis dan mereorganisasikan informasi dengan cara meringkas, mensintesakan, mentrasnfer, menggarisbawahi, mengklarifikasi dan merespon pertanyaan. Pada pemahaman inferensial, keterampilan yang harus dikuasai adalah menginterpretasikan tema, tujuan, pesan, tokoh, alur, dan simbol-simbol, memberikan penafsiran umum terhadap tokoh, sifat tokoh, peristiwa dan informasi, dan filsafat moral, keterampilan memprediksikan hasil, pengembangan karakter, pola bahasa, gaya dan kosa kata. Pada pemahaman evaluasional, keterampilan yang harus dikuasai adalah memberikan pertimbangan filsafat dengan menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap penulis, pertimbangan realitas tingkat kemungkinan atau ketidakmungkinan, bukti, alasan, pengalaman, dan memberikan apresiasi dengan cara menyatakan perasaan terhadap isi atau subjek, cerita, alur, kekuatan yang dimiliki penulis, dan memberikan kritik.
Burns dkk. (1996) mengemukakan dua jenis pemahaman dalam membaca, yaitu membaca literal (literal comprehension) dan pemahaman yang lebih tinggi (higher-order comprehension). Pemahaman yang lebih tinggi mencakup: (1) pemahaman interpretatif (interpretative comprehension), (2) pemahaman kritis (critical comprehension), dan (3) pemahaman kreatif (creative comprehension). Pemahaman literal merupakan prasyarat untuk pemahaman yang lebih tinggi yaitu membaca untuk melokalisasikan detil–detil isi bacaan secara efektif. Pengenalan informasi yang dinyatakan merupakan dasar dari pemahaman literal khususnya informasi yang dinyatakan secara tersurat dalam bacaan. Pemahaman interpretatif adalah membaca apa yang tersirat atau membaca untuk interpretasi yang berbeda dengan bahan yang tertulis (reading between the lines). Dalam hal ini pembaca menginterpretasikan inti bacaan, mencari hubungan sebab akibat yang tidak dinyatakan langsung dari teks, maksud penggunaan kata–kata tertentu, alasan pengarang memilih sesuatu, tujuan pengarang, menarik simpulan dan menginterpretasikan bahasa yang bersifat figuratif (Burns dkk., 1996).
Lange (dalam Burns dkk., 1996) menjelaskan bahwa pembaca akan membuat simpulan dari bacaan sesuai dengan skemata mereka, tetapi penting untuk disadari bahwa para mahamahasiswa sulit membuat simpulan, walaupun mereka telah memiliki skemata yang sesuai dengan bahan bacaan. Berdasarkan kedua pendapat tersebut di atas dapat dinyatakan bahwa dalam pembelajaran membaca, kegiatan interpretatif berkaitan dengan membuat simpulan atau menginterpretasikan bacaan yang tersirat. Menarik simpulan berkaitan dengan ketepatan, kecocokan, dan ketepatan. Dalam membuat simpulan, pembaca akan mengaitkan dengan skemata yang dimiliki. Pada pembelajaran di kelas, mahamahasiswa memiliki skemata tetapi mereka tidak dengan mudah bisa membuat simpulan berdasarkan skemata yang dimiliki. Oleh sebab itu, dosen mempunyai peran penting dalam membantu mahamahasiswa memahami isi bacaan dan membuat simpulan berdasarkan skemata yang dimiliki.
Membaca kritis adalah mengevaluasi bahan–bahan tertulis dengan cara membandingkan skemata yang dimiliki pembaca. Membaca kreatif melibatkan aktivitas yang ada di luar materi bacaan yang dihadirkan pengarang (reading beyond the lines). Pembaca melakukan aktivitas berpikir karena membaca seperti ini akan menghasilkan gagasan-gagasan yang baru.
Dari beberapa uraian yang dikemukakan di atas, dapat diketahui bahwa jenis–jenis membaca pemahaman terdiri atas: (1) pemahaman literal atau membaca tersurat (reading on the lines), (2) Pemahaman interpretatif atau membaca secara tersirat (reading between the lines), (3) pemahaman kritis, dan (4) pemahaman kreatif atau membaca di luar teks (reading beyond the lines). Dalam penelitian ini difokuskan pada pemahaman literal dan interpretatif. Pemahaman mahasiswa terhadap latar belakang turunnya ayat, kosakata, penjelasan isi kandungannya dan korelasi antar ayat.

I. Metodologi Penelitian
1. Setting Penelitian
Obyek penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Arab Jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang (UM) semester VI yang mengambil matakuliah Tafsir al-Qur'an tahun ajaran 2007-2008. Lokasi penelitian ini terletak di Jl. Surabaya, 06. Waktu penelitian selama delapan bulan dimulai bulan Februari 2007 s/d September 2007.

2. Langkah-Langkah Penelitian:
Penelitian ini direncanakan dalam tiga siklus. Pada masing-masing siklus peneliti bertindak sebagai dosen pengajar dalam kelas sedangkan peneliti lain berkolaborasi dalam mengamati kegiatan dalam kelas dan mendiskusikan pada setiap siklus penelitian. Berikut ini siklus-siklus yang akan ditempuh peneliti:

SIKLUS I
1. Tahap Perencanaan
- Peneliti menyusun rencana pembelajaran tafsir dengan menggunakan strategi belajar kooperatif
- Kolaborator memilih teks-teks tafsir yang sesuai dengan tingkatan mahasiswa
- Peneliti menyiapkan sarana pembelajaran berupa buku tafsir, kamus, modul dll
- Kolaborator menyiapkan format skema atau bagan kosong yang akan diisi mahasiswa
- Peneliti menyiapkan materi-materi tes, angket, lembar observasi
- Kolaborator menyusun materi untuk permainan peran yang disesuaikan dengan materi yang dibahas
- Peneliti dan kolaborator membuat alokasi waktu yang sesuai
2. Tahap Tindakan
Pada tahap tindakan ini ada empat materi yang diteliti, yaitu latar belakang turunnya ayat (asbabun nuzul), kosakata ayat (mufradatul ayat), penjelasan isi kandungan ayat (syarhul ayat) dan korelasi antar ayat (munasabatul ayat). Kemudia tiap materi tersebut harus diteliti dengan mengikuti 4 tahap model struktural dengan pola Numbered Head Together, yaitu:
- Tahap penomoran (numbering): Peneliti dan kolaborator membagi mahasiswa dalam kelas tafsir menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3 hingga 5 orang dan memberi mereka nomor sehingga mahasiswa dalam tim tersebut memiliki nomor berbeda.
- Tahap pengajuan pertanyaan (questioning): Peneliti dan kolaborator mengajukan suatu pertanyaan kepada mahasiswa. Pertanyaan dapat bervariasi, dan yang bersifat spesifik hingga yang bersifat umum. Contoh pertanyaan yang bersifat spesifik adalah apa arti dari mufradat اليوم ، أكملت ، رضيت ? sedangkan contoh pertanyaan yang bersifat umum adalah Apa topik umum dari surat Luqman ayat 1-12?
- Tahap berpikir Bersama (head together): Para mahasiswa berpikir bersama untuk mencari korelasi antar ayat dan hikmat yang tersirat dari ayat.
- Tahap pemberian jawaban (answering): Peneliti dan kolaborator menyebut satu nomor dari para mahasiswa dan tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas.
3. Tahap Pengamatan
- Peneliti bersama kolaborator mengamati seluruh tahapan kegiatan mahasiswa
- Perkembangan mahasiswa dalam membaca pemahaman teks-teks cerita, penguasaan kosa kata, penerapan kaidah gramatikal, semua dicatat dalam lembar observasi
- Mengamati secara langsung aktifitas mereka, suasana kelas, kondisi psikologis mereka
- Mahasiswa diminta untuk memberikan pendapatnya tentang perkembangan kompetensinya dalam membaca pemahaman bahasa Arab dan kendala-kendala yang dihadapi. Poin-poin tersebut diambil dari angket yang diberikan pada akhir setiap siklus
4. Tahap Refleksi
- Pada setiap akhir siklus, peneliti dan kolaborator membahas input informasi perkembangan yang diperoleh dari hasil tes, angket dan lembar observasi
- Hasil diskusi dijadikan dasar untuk merevisi scenario pembelajaran pada siklus II

SIKLUS II
1. Tahap Perencanaan
- Membuat rencana tindakan berdasarkan hasil tindakan pada siklus I terutama dengan melihat refleksi yang terjadi pada siklus tersebut, dengan menggunakan strategi belajar kooperatif guna memperbaiki kemampuan mahasiswa membaca pemahaman bahasa Arab
- Membuat permainan lain yang lebih menarik minat mahasiswa sehingga mereka merasa enjoy belajar
2. Tahap Tindakan
- Pelaksanaan tindakan sesuai dengan perencanaan yang telah dilakukan
3. Tahap Pengamatan
- Pencatatan hasil pengamatan terhadap tidakan yang diberikan
4. Tahap Refleksi
- Setiap akhir siklus dosen dan kolaborator membahas input informasi perkembangan yang diperoleh dari hasil tes, angket dan lembar observasi
Perhatian: Apabila di akhir siklus II ini dianggap belum efektif dalam penerapan metode di atas maka akan dilanjutkan ke siklus berikutnya sampai benar-benar efektif.




SKEMA PROSEDUR PENELITIAN PPKP

3. Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian tindakan. Penelitian tindakan merupakan suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif yang dilakukan oleh pelaku tindakan untuk meningkatkan kemampuan rasional dari tindakan–tindakan sebelumnya, serta untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang terjadi di kelas. Menurut Elliott (1992:54), penelitian tindakan merupakan salah satu alternatif untuk memecahkan masalah yang terjadi dalam proses pembelajaran di kelas. Penelitian tindakan ini mengintegrasikan antara mengajar, mengembangkan pengajaran, mengembangkan kurikulum, evaluasi, penelitian, dan refleksi ke dalam praktik pembelajaran.
Selain itu, Joni (1998) memberikan gambaran bahwa penelitian tindakan kelas merupakan satu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan rasional dari tindakan yang dipilih untuk memperbaiki kondisi-kondisi praktek pembelajaran yang selama ini dilaksanakan. Cohen dan Manion (1980) menyatakan bahwa sifat penelitian tindakan adalah situasional, kolaboratif, partisipatori, dan evaluasi diri. Penelitian tindakan bertujuan untuk (1) memperbaiki, jika ditemukan masalah pada situasi khusus, (2) memberikan pelatihan dengan keterampilan dan metode baru, (3) memberikan inovasi dan pendekatan dalam pembelajaran, (4) memperbarui hubungan antara dosen sebagai praktisi dengan peneliti, dan (5) memberikan alternatif pemecahan masalah di dalam kelas. Sudarsono (2001), mengemukakan lebih lanjut mengenai karakteristik penelitian tindakan berikut ini.
(1) Situasional, artinya berkaitan langsung dengan kondisi konkret yang dihadapi dosen sehari-hari.
(2) Kontekstual, artinya pemecahan yang berupa model dan prosedur tindakan yang tidak lepas dari konteksnya; baik itu konteks sekolah, dan masyarakat tempat proses pembelajaran berlangsung. Seperti halnya di dalam penelitian ini pembagian kelompok juga memperhatikan jenis kelamin mahasiswa, artinya mahasiswa laki-laki satu kelompok dengan mahasiswa laki–laki demikian sebaliknya kelompok putri.
(3) Kolaboratif, artinya selalu ada partisipasi antara mahamahasiswa, dosen, dan peneliti untuk mencapai tujuan secara bersama-sama.
(4) Refleksi diri dan evaluasi diri, pelaksana tindakan serta objek yang dikenai tindakan melakukan refleksi dan evaluasi diri terhadap kemajuan yang telah dicapai.
(5) Fleksibel, dalam penelitian ini memberikan sedikit kelonggaran dalam pelaksanaan kaidah metodologi tanpa meninggalkan prinsip–prinsipnya. Misalnya tanpa ada prosedur pengambilan sampel dan pengumpulan data lebih bersifat reflektif.
4. Data dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini berupa data proses dan data produk. Data proses merupakan data yang menunjukkan kegiatan mahasiswa dalam melaksanakan diskusi kelompok, melaksanakan tutorial antarteman dan melaksanakan pelaporan hasil diskusi kelompok selama pembelajaran memahami latar belakang turunnya ayat, kosakata, penjelasan isi kandungannya dan korelasi antar ayat. Data produk merupakan data yang menunjukkan hasil kerja kelompok dalam memahami latar belakang turunnya ayat, kosakata, penjelasan isi kandungannya dan korelasi antar ayat..
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer berupa seluruh peristiwa yang terjadi dalam proses pembelajaran baik yang dilakukan dosen, maupun mahasiswa di kelas. Sedangkan sumber data sekunder berupa hasil kerja kelompok dalam memahami latar belakang turunnya ayat, kosakata, penjelasan isi kandungannya dan korelasi antar ayat.

5. Instrumen Penelitian
Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri mengingat penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Instrumen penunjangnya adalah: (1) pedoman observasi untuk memudahkan pengamatan pada seluruh kegiatan dosen dan mahasiswa pada saat mendeskripsikan latar belakang turunnya ayat, kosakata, penjelasan isi kandungannya dan korelasi antar ayat, untuk menjamin tingkat akurasi pengamatan dibutuhkan alat perekam (tape recorder) untuk mengetahui kemampuan menguraikan tafsir sebuah ayat, (2) tes untuk mengetahui hasil capaian tindakan yang telah diberikan. Tes ini dirancang oleh peneliti untuk mengetahui kemampuan mahasiswa membaca pemahaman teks-teks cerita bahasa Arab dan kemampuan penguasaan kosa kata yang telah dipelajari. dan (3) pendokumentasian untuk menunjang penginterpretasian data melalui angket yang diberikan setiap akhir siklus.
Penelitian yang instrumen utamanya adalah peneliti sendiri, menurut Bogdan dan Biklen (1982) termasuk penelitian kualitatif. Oleh karena itu, penelitian ini termasuk penelitian yang bersifat kualitatif.
6. Analisa Data
Teknik Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992). Analisis yang dilakukan terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan atau verifikasi.
Pada reduksi data dilakukan proses pemilihan, pemusatan perhatian, penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul di lapangan. Dalam hal ini kegiatan yang dilakukan adalah menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data sedemikian rupa hingga dapat diambil simpulan.
Penyajian data merupakan suatu kumpulan informasi yang tersusun sehingga memberi kemungkinan adanya penarikan simpulan dan pengambilan tindakan. Pada dasarnya dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti bergerak di antara keempat komponen tersebut yakni pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan. Peneliti mula-mula melakukan pengamatan yang mendalam di kelas mencakup segala kegiatan dosen dalam membangkitkan skemata mahasiswa, menjelaskan topik dan tujuan di awal pembelajaran, memperkenalkan cara bekerja kelompok secara kooperatif, membagikan bahan cerita, menentukan kelompok, melakukan pendampingan dan pengarahan saat diskusi kelompok sampai pada peran dosen dalam tahap pelaporan hasil diskusi kelompok. Pada saat melakukan pengamatan tersebut, peneliti sekaligus memilih data yang akan dipakai, memusatkan perhatian pada data yang mendukung tujuan penelitian, dan menggolong-golongkan data sesuai dengan tujuan penelitian. Di dalam proses tersebut peneliti juga melakukan pemberian makna atau interpretasi pada data yang muncul pada tiap-tiap tahap sehingga mudah dipahami pada tahap penyajian.
Setelah data cukup untuk disajikan, peneliti menarik simpulan sementara, kemudian melakukan triangulasi data berupa diskusi dengan dosen, diskusi dengan ahli. Setelah hasil simpulan sementara ditriangulasikan, kemudian peneliti melakukan pengambilan simpulan akhir.
Secara khusus data yang diperoleh dari angket, tes dan observasi dianalisis dengan dua cara yaitu analisis kuantitatif deskriptif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan pada data berupa skor yang berasal dari tes tertulis, seperti tes kosakata, tes pemahaman dengan tejemah, yaitu dengan mencari rata-rata kelas (means) guna membandingkan tingkat keberhasilan atau peningkatan kompetensi. Demikian juga data yang diperoleh dari angket dianalisis dengan menghitung jumlah prosentase setiap item dalam angket penelitian.
Sedangakan kualitatif digunakan pada hasil observasi kelas pada akhir tiap tiap siklus yaitu pada tahap refleksi pada siklus I, II, dan seterusnya.

J. Jadwal Penelitian

JENIS KEGIATAN BULAN KE
1 2 3 4 5 6 7 8
A. PERSIAPAN X
1. Survey awal X
2. Diskusi hasil survey X
3. Diskusi dan Penyempurnaan desain X
4. Penyusunan instrumen X
5. Uji coba instrumen X
6. Penyempurnaan instrumen X X
B. PELAKSANAAN
1. Pelaksanaan Siklus I X
- Perencanaan X
- Tindakan X
- Pengamatan X
- Refleksi X
2. Pelaksanaan Siklus II X
- Perencanaan X
- Tindakan X
- Pengamatan X
- Refleksi X
3. Pelaksanaan Siklus III (bila belum mencukupi) X
- Perencanaan X
- Tindakan X
- Pengamatan X
- Refleksi X
4. Analisis Data Penelitian X
C. PENYUSUNAN LAPORAN PENELITIAN X X

K. Personalia Penelitian
1. Syafaat, S.Ag, M.Ag
2. Khoirul Adib, S.Pd, M.A

L. Biaya Penelitian
Biaya penyelenggaraan kegiatan penelitian PPKP ini sebesar Rp. 10.000.000 (Sepuluh juta rupiah) dengan rincian penggunaan dana sebagai berikut:
No URAIAN JUMLAH
1 Gaji dan Upah
a) Peneliti Utama: 8 bulan x Rp 200.000 x 1 orang 1.600.000
b) Peneliti Anggota: 8 bulan x Rp 175.000 x 1 orang 1.400.000
Jumlah 1 3.000.000
2 Bahan Habis Pakai
a) Kertas 3 rim x Rp 25.000 75.000
b) Disket 2 boks x Rp 50.000 100.000
c) CD-RW 5 keping x Rp 12.000 60.000
e) Tinta Printer 5 x Rp 25.000 125.000
f) Film 2 roll x Rp 35.000 70.000
g) Kaset kosong 10 x Rp 10.000 100.000
h) Cartridge 2 x Rp 250.000 500.000
Jumlah 2 1.030.000
3 Biaya Operasional
a) Kamera Foto 200.000
b) Download materi tafsir dari internet 50.000
c) Cuci cetak 2 roll x Rp 50.000 100.000
e) Observasi dan pengumpulan data 200.000
f) Sewa Media Presentasi 500.000
g) CD Room 350.000
h) Transportasi Peneliti 2 orang x Rp 200.000 400.000
i) Akomodasi 2 orang x 8 bulan x Rp 50.000 800.000
j) Pengiriman Laporan 200.000
k) Buku-buku referensi 500.000
l) Alat perekam 400.000
m) Pulsa Telepon 800.000
Jumlah 3 4.500.000
4 Publikasi dan Diseminasi Hasil
a) Publikasi 100.000
b) Diseminasi Hasil 300.000
c) Seminar 600.000
Jumlah 4 1.000.000
5 Lain-lain
a) Fotokopi Proposal 30 lb x 150 x 3 eks 13.500
b) Jilid Proposal 3 eks x Rp 7.500 22.500
c) Fotokopi tes, observasi dan angket 100.000
d) Pembuatan Proposal dan Laporan 2 orang x Rp 100.000 200.000
e) Fotokopi Laporan 100 lb x 150 x 10 eks 15.000
f) Jilid Laporan 10 eks x Rp 7.500 75.000
g) Peralatan tulis menulis 44.000
Jumlah 5 470.000
Jumlah 1 - 5 10.000.000

M. Daftar Pustaka

Azies, Furqonul dan A. Chaedar Al Wasilah. 2000. Pengajaraan Bahasa Komunikatif: Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Bogdan, R C dan Biklen, S K. 1982. Qualitative Research For Education: an Introductory to Theory and Methods. Boston :Allyn and Bacon.
Burns, dkk. 1996. Teaching Reading in Today’s Elementary Schools. Boston: Houghton Mifflin Company.
Elliott, John. 1992. Action Research For Education Change. Millton Keynes: Philadelphia Open University Press.
Fananie, Zainuddin. 2001. Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Foot C. Hugh, Michelle J. Morgan, Rosalynn H. Shute.1990. Children Helping Children. New York: John Wiley & Sons.
Ghazali, A. Syukur. 2002. Penerapaan Paradigma Konstruktivisme Melalui Strategi Belajar Kooperatif dalam Pembelajaran Bahasa. Dalam Jurnal Sumber Belajar. No. I Th. 9 September 2002. Malang: Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran.
Harris, Albert J and Edward R. Sipay. 11975. How to Increase Reading Ability. 7th Edition. London: Longman.
Kindsvatter, Richard. 1996. Dynamics of Effective Teaching. London: Longman Group Ltd.
Legutke, Michael and Howard Thomas. 1991. Process and Experience in the Language Classroom. London.
Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Kelas- Kelas. Jakarta: Grasindo.
Lundsteen, Sara W. 1989. Language Arts A Problem Solving Approach. New York: Harper and Row Publishing.
Miles, Mattew B and A. Michael Huberman.1992. Analisis Data Kualitatif. Diterjemahkan oleh Tjetjep Rohendi R. Jakarta: UI Press.
Nunan, David. 1999. Second Language Teaching and Learning. Boston: Heinle and Heinle Publisher.
Nurhadi dkk 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: UM Press
Oja, Sharon Nodie aand Lisa Smulyan. 1989. Collaborative Action Research: a Developmental Process. Great Britain: Taylor aand Francis Ltd.
Ruddel, Martha, Rapp. 1993. Teaching Content Reading and Writing. Boston: Allyn and Bacon.
Sudarsono, Fx. 2001. Aplikasi Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PAU-PPAI-UT.
Ur, Penny.1996. A Course in Language Teaching. Great Britain: Cambridge University Press.
Utomo, Padi. 1998. Strategi Belajar Secara Koperatif dalam Pembelajaran Membaca Pemahaman Bacaan Ilmu Pengetahuan di Kelaas VI Sekolah Dasar. Tesis tidak diterbitkan. Malang: IKIP Malang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar